PROF. DR. PHIL KAMARUDDIN AMIN, MA
Potensi filantropi Islam Indonesia yang meliputi zakat, infak, sedekah, dan dana keagamaan sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) sangat fantastis (sekitar 327 triliun/tahun). Tapi, aktualisasinya masih jauh dari sempurna (22,4 triliun pada tahun 2022). Apa masalahnya?
Bulan puasa disambut sangat meriah di seluruh dunia. Antusiasme umat Islam menunaikan haji juga sangat tinggi. Seluruh dunia memiliki daftar tunggu yang sangat panjang. Salat juga dilaksanakan dengan meriah di masjid-masjid sedunia. Mengapa penunaian zakat tak seindah itu? Padahal sebagai kewajiban dan perintah agama, semua memiliki dasar yang sama kuatnya. Dengan kata lain, seakan-akan umat merasa bersalah atau tidak religius ketika tidak salat, puasa, atau haji, tetapi ketika tidak berzakat, terutama zakat mal, beban rasa bersalahnya biasa saja. Apa masalahnya?
Ada beberapa tantangan pengelolaan ZIS-DSKL. Pertama, tingkat literasi umat terkait ZIS-DSKL masih rendah, yang memiliki literasi tentangnya pun masih permukaan. Kurikulum lembaga pendidikan kita belum menyiapkan cukup literasi bagi para peserta didiknya. Hanya 15 % literasi masyarakat tentang ZIS-DSKL bersumber dari lembaga pendidikan. Yang menarik, sumber literasi umat terbesar tentang ZIS-DSKL adalah dari ceramah keagamaan (48,8 %); penceramah, ulama, penyuluh, mubaligh (aktivitas keagamaan non formal). Selebihnya dari medsos, media elektronik, keluarga, dan lainnya.
Kedua, pengumpulan zakat belum sepenuhnya dikelola secara kelembagaan. Sebanyak 11 % masyarakat menyalurkan zakatnya langsung kepada mustahiq; 1,2 % kepada tokoh agama; 2,0 % kepada yayasan; 2,0 % kepada pesantren; 22,6 % ke masjid dan mushalla; 4,5 % ke UPZ; 7,2 % ke LAZ; dan 49,4 % ke BAZNAS.
Ketiga, tata Kelola yang belum sempurna dan masih perlu penguatan dalam pengawasan syariah, audit syariah, audit keuangan, pelaporan pengumpulan dan pendistribusian, publikasi laporan keuangan, penguatan dewan pengawas syariah, peningkatan kompetensi amil dan akreditasi kelembagaan.
Keempat. Ekosistem pengelolaan zakat walau sudah cukup lengkap, masih perlu penguatan. Perintah Al-Quran dan sunnah tentang kewajiban zakat tak perlu lagi dijelaskan di sini. Undang-undang yang mengaturnya bersama seperangkat regulasi turunannya yang lain sudah tersedia. Lembaga pengelolanya sudah terbentuk, baik lembaga pemerintah non struktural (BAZNAS RI, BAZNAS provinsi (34) dan BAZNAS kabupaten kota (490) maupun Lembaga amil zakat yang dikelola masyarakat atas izin pemerintah yang jumlahnya tidak kurang 140 LAZ, baik LAZ berskala nasional, provinsi maupun kabupaten kota. Standar kompetensi nasional (SKKNI) bagi amil juga tersedia.
Lantas, apa yang perlu dilakukan?
1. Intensifikasi peningkatan literasi masyarakat tentang ZIS-DSKL secara sinergis kolaboratif antara pemerintah, lembaga amil zakat, lembaga pendidikan dan masyarakat, melalui pendidikan formal, kegiatan keagamaan non formal, konten konten media sosial dan media cetak dan elektronik
2. Mendorong masyarakat agar penyaluran ZIS-DSKL dilakukan di lembaga resmi, yaitu: BAZNAS dan LAZ resmi. Pengelolaan ZIS-DSKL secara kelembagaan lebih memungkinkan pemberdayaan umat secara terencana. Lembaga resmi, disamping dapat membantu secara langsung umat yang membutuhkan juga dapat memberdayakan usaha kecil menengah yang akan mentransformasi mustahiq menjadi muzakki.
3. Penguatan dan peningkatan kualitas tata kelola serta akuntabilitas lembaga pengelola ZIS-DSKL
4. Penguatan dan penyempurnaan ekosistem mulai regulasi, kelembagaan dan terutama amil, sebagai bagian dari ekosistem terpenting
5. Peningkatan kapasitas amil melalui sertifikasi amil secara massif sekaligus afirmasi profesi amil sebagai profesi yang diakui oleh negara
6. Membuka jurusan management zakat di perguruan tinggi sebanyak-banyaknya karena kebutuhan akan amil professional dimasa yang akan datang sangat tinggi. Sekarang ini, hanya terdapat 18 UIN dan IAIN yang memiliki program studi manajemen zakat dan waqaf.
Last but not least. Ada fakta yang sangat menggembirakan, yaitu tren pengumpulan ZIS-DSKL meningkat sangat signifikan secara nasional. Pertumbuhan 40 % setiap tahun. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat semakin baik, tata Kelola, ekosistem dan trust publik terhadap lembaga amil zakat semakin baik dengan segala kekurangannya. Jika pertumbuhan ini dapat dijaga, apalagi ditingkatkan, maka 5 sampai 10 tahun ke depan pengumpulan ZIS-DSKL di Indonesia bisa mencapai di atas 100 Trilyun. Saat itu amil profesional akan sangat dibutuhkan. Dan yang paling penting optimisme kita, saat itu tak ada lagi kemiskinan di Indonesia. Wallahu a’lam.
Kamaruddin Amin (Dirjen Bimas Islam)