PROF. DR. PHIL KAMARUDDIN AMIN, MA
Apa kontribusi kongkrit agama dalam pembangunan dan pembangunan apa yang dilakukan negara untuk agama? Pertanyaan ini penting dijawab untuk membuktikan religiusitas bangsa ini.
Meningkatkan kualitas kehidupan beragama bukan hanya agenda masyarakat atau umat beragama, tapi telah menjadi salah satu agenda prioritas dan strategis dalam pembangunan nasional. Sebab, agama tidak hanya menawarkan seperangkat nilai suci yang transenden untuk digunakan dalam berkomunikasi secara vertikal dengan sang pemilik agama, tapi juga telah berperan sebagai kekuatan penggerak pembangunan.
Agama telah menjadi landasan spiritual dan moral untuk membangun masyarakat dan bangsa yang berkeadaban. Agama menjadi sumber inspirasi dalam membangun harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Bahkan, agama juga telah menjadi motor penggerak transformasi sosial, budaya dan ekonomi.
Agama tidak hanya eksis di wilayah yang abstrak normatif, tetapi secara kongkrit menjadi bagian penting dalam pusaran peradaban Indonesia. Agama tidak hanya menawarkan konsep dalam isu-isu besar pembangunan, tapi terlibat secara praksis mengadres isu-isu tersebut. Isu tentang transformasi sosial dan pengentasan kemiskinan misalnya, agama, khususnya Islam, punya konsep yang kongkrit dan solutif, yaitu konsep keuangan sosial atau filantropi Islam. Ekosistem filantropi Islam ini telah mapan walau dengan keharusan pengembangan di sana sini.
Tahun lalu, tidak kurang dari 23 triliun, tahun ini ditargetkan 33 triliun, lima sampai sepuluh tahun ke depan, dengan melihat tren yang ada, diprediksi di atas 100 triliun, kontribusi filantropi Islam dalam pembangunan. Sudah puluhan juta umat yang terbantu, bahkan terberdayakan melalui filantropi ini. Dana sosial keagamaan ini berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan perberdayaan UMKM dan telah menjadi modal dalam pengembangan wellness industry dan industri halal.
Pemerintah telah mengafirmasi filantropi Islam ini dengan mengintervensi pengembangan ekosistemnya, mulai dari pembentukan lembaga Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di seluruh Indonesia dengan basis kabupaten/kota. Pemerintah juga memfasilitasi pembentukan Lembaga Amil Zakat (LAZ) oleh masyarakat secara masif, mulai dari pembuatan infrastruktur regulasi sampai pembinaan dan pengawasannya. Sehingga, konsep keuangan sosial ini bisa berjalan dengan baik, meskipun masih harus terus dibina dan dikembangkan.
Oleh karena itu, agama tidak lagi terbatas pada wilayah fiqh, aqidah, tasawwuf, ahlak, dan eskatologi. Agama telah memberi perspektif bahkan engage dalam isu-isu pembangunan, bahkan juga terhadap isu-isu global. Agama turut berbicara, bahkan mengambil porsi penting dalam sejumlah isu-isu pembangunan, misalnya: pendidikan, ketahanan keluarga, stunting, lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, pemanasan global, Sustainable Development Goals, dan lainnya (isu-isu ini akan dibahas secara terpisah).
Agama harus terus diterjemahkan, dikapitalisasi agar dapat lebih signifikan berkontribusi dalam isu-isu pembangunan ini. Engagement agama dalam isu-isu ini harus terus diarusutamakan dan dinarasikan. Abai melibatkan dan menarasikan peran agama dalam isu-isu ini sama dengan mereduksi makna dan peran agama.
Pembangunan di bidang agama tentu telah banyak dilakukan, mulai dari pembentukan dan atau penguatan kelembagaan keagamaan, pembangunan sarana prasarana layanan keagamaan, sejumlah regulasi yang memberi ruang nyaman dan sejuk bagi pengamalan agama, sampai pada program peningkatan kualitas kehidupan beragama. Dalam pengembangan ekonomi, misalnya, selain pembentukan LAZ dan juga wakaf, pemerintah telah memfasilitasi pengembangan industri produk halal, industri keuangan syariah seperti bank syariah, gadai syariah, asuransi syariah, sukuk, reksadana syariah, saham syariah, dan lainnya. Selain itu, fasilitasi juga dilakukan dalam pengembangan dana sosial syariah serta pengembangan dan perluasan ekonomi Syariah.
Agar peran agama tidak termarginalisasi secara alamiah dalam pembangunan dan agar agama dapat berperan sentral, sudah saatnya para agamawan, para dai, para ulama, pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam, termasuk kebijakan pemerintah yang mendukungnya, menjadikan agama sebagai kekuatan transformasi sosial dan ekonomi dengan terus bersinergi dengan pemerintah. Mari bersama membangun narasi bahwa beragama bukan hanya bermain di wilayah etika dan spiritual, tapi juga terlibat secara fundamental dalam kehidupan ekonomi, sosial, Budaya, bahkan “politik”. Porsi narasi ini harus seimbang agar peran agama tidak medioker. Wallahu a’lam.
Kamaruddin Amin (Dirjen Bimas Islam)