Jakarta, Panjimas – Secara bahasa, kata “tarjih” berasal dari “rajjaha” yang artinya menguatkan. Para ulama usul memberikan definisi tarjih sebagai tindakan yang memprioritaskan (mendahulukan) salah satu dari dua jalan yang saling bertentangan, yang dilakukan oleh seorang mujtahid dikarenakan adanya kelebihan yang dianggap (paling) kuat sehingga menjadikannya lebih utama untuk diamalkan dibandingkan dengan yang lain.
Ketua Divisi Fatwa dan Pengembangan Putusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi mengungkapkan bahwa di lingkungan Muhammadiyah, definisi tarjih berbeda dengan pandangan ulama di atas. Dalam Muhammadiyah, Tarjih tidak hanya diartikan menguatkan suatu dalil atau memilih di pendapat yang terkuat, tetapi Tarjih dimaknai sebagai setiap aktivitas intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang agama Islam.
“Bertarjih artinya sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu permasalahan dari perspektif Islam,” tegas Ruslan dalam acara Sosialisasi dan Peneguhan Materi Ketarjihan Dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) pada Senin (20/03) secara online.
Ruslan Fariad dalam acara Sosialisasi dan Peneguhan Materi Ketarjihan Dosen AIK PTMA
Menurut Ruslan, setidaknya ada tiga produk pemikiran yang dihasilkan dari aktivitas ketarjihan. Pertama, Putusan. Menurutnya, Putusan dihasilkan dari Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih. Munas Tarjih merupakan forum di mana para ulama Muhammadiyah, baik yang tergabung dalam Majelis Tarjih dan Tajdid maupun tidak, berkumpul membahas perkara-perkara keagamaan. Produk akhir dari aktivitas ketarjihan ini ialah Himpunan Putusan Tarjih (HPT).
Kedua, Fatwa. Fatwa dihasilkan dari forum kecil dan terbatas yang dilakukan Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Fatwa biasanya berawal dari pertanyaan masyarakat yang berkaitan dengan perkara-perkara keagamaan. Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Tim Fatwa. Jawabannya dapat disimak dalam kolom Tanya Jawab Agama di Majalah Suara Muhammadiyah atau buku Tanya Jawab Agama.
Ketiga, Wacana. Wacana dihasilkan dari seminar, forum group discussion, dan halaqah yang berkaitan dengan perkara-perkara keagamaan. Bisa juga berupa tulisan-tulisan di buku, jurnal, atau opini populer di media massa. Berbeda dengan Putusan dan Fatwa, Wacana merupakan gagasan yang bersifat pribadi dan tidak mewakili pandangan resmi organisasi.