Negara kita adalah negara yang berfalsafahkan Pancasila. Dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan secara tegas bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang menyangkut kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di negeri ini haruslah benar-benar menghormati nilai-nilai dari ajaran agama termasuk tentunya ajaran agama Islam yang merupakan agama dari mayoritas penduduk di negeri ini.
Tetapi mengapa minuman keras yang dilarang oleh agama Islam, dijual dan dipajang di banyak bandara di Indonesia ? Hal itu terlihat secara jelas dengan adanya toko yang menjual minuman keras (Red & Whites, Wines and Spirit/) atau Bali Duty Free).
Apakah pemerintah sudah tidak lagi merasa perlu untuk melarangnya atau pemerintah memang telah dengan sengaja memberi izin kepada perusahan-perusahan itu untuk mengedarkan dan menjual minuman keras tersebut.
Kalau benar demikian, tentu hal ini sangat disesalkan karena di negara seperti Amerika Serikat saja yang sekuler misalnya penjualan minuman keras masih dibatasi dan diperketat sedemikian rupa untuk warga negara di atas 18 tahun, lalu mengapa di negara yang katanya berfalsafahkan Pancasila dimana sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa justeru penjualannya lebih bebas dan lebih terbuka.
Hal ini tentu sangat patut kita sesalkan apalagi bila dikaitkan dengan gagasan revolusi mental yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tentu kebijakan Pemerintah ini terasa sangat janggal dan tidak pada tempatnya.
Kalau yang dijadikan dasar dari kebijakan tersebut adalah karena tidak semua agama yang diakui di negeri ini melarangnya, tentu alasan tersebut jelas tidak tepat dan tidak berkeadilan, karena untuk membela hak-hak dari para peminum minuman keras yang jumlahnya minoritas di negeri ini, pemerintah lalu harus mengabaikan dan merusak hak serta kepentingan kelompok mayoritas.
Jika keadaan seperti ini terus berlangsung maka tentu sikap dan kebijakan pemerintah ini jelas-jelas telah mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara Pancasila yang sudah tidak lagi menghormati sila pertamanya dan itu jelas sangat berbahaya bagi kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di negeri ini kedepannya.
Anwar Abbas
Wakil Ketua Umum MUI