Sekjen MUI Pusat, Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan duka yang mendalam atas wafatnya Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1998-2000 dan Rais Aam PBNU 1991-1992 KH Ali Yafie meninggal dunia, pada Sabtu (25/2/2023) malam.
Ada sebuah ungkapan bahwa seorang tokoh lahir pada zamannya, pada zamannya lahir seorang tokoh. Tokoh Ali Ya’fie pada zamannya telah memberikan kontribusi pemikiran terkait fiqih lingkungan dan nasehat yang tepat dikala itu kepada kepala negara.
Cerita Malik Fadjar saat Presiden Soeharto merapuh di ujung Orde Baru dengan tegas serta santun penuh hikmah KH Ali Ya’fie menyarahkan agar Soeharto saat itu mundur sebagai Presiden RI.
Bagi saya, paling tidak ada dua hal yang menonjol dalam sosok Ali Yafie. Pertama, ia dilahirkan di tahun istimewa karena pada tahun itu pula Nahdlatul Ulama didirikan. Ali Yafie dilahirkan di Donggala, Sulawesi Tengah pada 1 September 1926 atau 23 Safar 1345.
Ketika Ali Yafie dilahirkan, muktamar NU pertama diselenggarakan. Di tahun ini pula, lahir seseorang yang kelak menjadi Rais ‘Aam NU yang saat meninggal kedudukannya digantikan Ali Yafie, yaitu K.H. Achmad Shiddiq (1926-1991).Bagi orang NU, tahun 1926 memang tahun istimewa. Karel A. Steenbrink, indonesianis senior asal Belanda, mencatat bahwa saat Ali Yafie dilahirkan banyak terjadi peristiwa penting di Hindia Belanda.
Kedua, sebagai tokoh MUI yang teguh pendirian untuk senantiasa Istiqomah memandu umat dan bangsa dan menghadapi setiap ujian dan tantangan.
Dengan wafatnya Ali Yafie yang meninggal dunia hitungan tahun Hizriyah usia 99 tahun usia yang langka bagi kehidupan kita saat ini. Beliau adalah tokoh senior di Nahdlatul Ulama sejak beliau menjadi Rais Aam kemudian Rais Aam diteruskan oleh Kiai Sahal Mahfudz. Kedua tokoh yang sangat fakih sudah kembali kehadirat Allah semoga husnul khatimah.
Fiqih Lingkungan
Ali Ya’fie menggagas fiqih lingkungan, menurutnya Jika selama ini ada lima komponen hidup yang harus dipelihara oleh seluruh manusia yakni; pertama, hifdzul nafs (menjaga jiwa); kedua, hifdzul aql (menjaga akal); ketiga, hifdzul maal (menjaga harta); keempat, hifdzul nasl (menjaga keturunan); kelima, hifdzud diin (menjaga agama). Kata beliau bahwa termasuk sekarang ini menjadi masalah besar dan harus diberi tempat perkembangannya yaitu kerusakan lingkungan hidup.
Jadi kalau kita dalam kaidah sekarang ini patut kita masukkan ke dasar agama adalah hifdzul bi-ah (memelihara lingkungan hidup) dengan tegas pentingnya fiqih lingkungan.
“Hal ini sangat relevan dangan terjadinya pemanasan global yang mengancam jiwa dan ke selamat umat manusia di dunia. Mari kita lestarikan lingkungan demi anak cucu kita,” pungkasnya.