Jakarta, Panjimas – Dalam bahasa Yunani, Petra dikenal dengan arti batu. Nama kota tersebut, pada dasarnya diambil dengan melihat kondisi bangunan yang ada di sekelilingnya. Bangunan-bangunan tersebut terbuat dari batu dan hadir dengan berbagai pahatan menarik. Karena itulah kota ini kemudian dijadikan sebagai warisan budaya dunia (UNESCO).
Selain itu, bangunan kota batu tersebut juga dinilai sebagai bangunan gua purbakala terbesar dengan peradaban yang cukup misterius. Petra dinyatakan sebagai kota dengan peradaban misterius bahkan hingga saat ini. Hal ini berkaitan dengan keberadaan para arkeolog yang belum mengetahui dengan pasti mengenai cara dari proses pembangunan kota tersebut. Apalagi kota tersebut hadir dengan bahan bangunan yang sebagian besar berasal dari bebatuan.
Ustdz Haikal Hassan pada hari Rabu, (15/2/2023) bersama Rombongan Tour Dakwah ke beberapa negara Timur Tengah mengunjungi Turki dan Yordania yang salah kota yang dikunjungi oleh Babe Haikal adalah Kota Petra.
Salah satu peserta rombongan jemaah Ustdz Haikal yakni Bunda Ninik menjadi senang sekaligus takjub saat mengunjungi Kota Bersejarah Petra bersama seluruh tim rombongan lainnya yang salah satunya adalah keluarga dari musisi Ahmad Dhani dan Mulan Jameela.
“Perjalanan di kota Petra sepanjang 5km menjadi tidak terasa karena Babe Haikal asyik bercerita sejarah dan budaya. Ini cocok sekali menjadi Menteri Pendidikan yang akan datang,” ujar Bunda Ninik dari Majelis Keluarga Indonesia (MKI).
Petra berjarak sekitar 233 kilometer dari Ibukota Yordania, Amman. Waktu tempuh dari sana adalah kurang-lebih tiga jam. Saat ini, Petra banyak dikunjungi wisatawan dari seluruh dunia karena keunikan yang ada di sana
Petra awalnya dibangun sebagai ibu kota dari Nabath, yang sekarang menjadi simbol dari Yordania, dan juga menjadi tempat kunjungan favorit para turis.
Tempat ini terletak pada yang terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung Gunung Hor yang membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Mati sampai Teluk Aqaba.
Dari Petra-lah suku Nabataean, sebuah komunitas ahli bangunan yang memiliki keahlian termasuk teknik hidrolik, produksi besi dan pemurnian tembaga, memimpin rute perdagangan dari Damaskus ke Arab.
Mereka mengambil keuntungan dari pajak yang dibayarkan pada karavan yang melewati wilayah Nabataean.
Gempa bumi pada tahun 555 M adalah penyebab paling mungkin dari kehancuran kota indah tersebut, tetapi untungnya banyak dari struktur bangunan Petra yang tetap utuh.
Hal tersebut menjadikannya harta karun berupa kejutan arsitektur, tersembunyi di sepanjang jalur pendakian.
Selain menunjukkan gaya arsitektur megah yang dibangun pada dinding batu, Petra juga memiliki kisah sejarah masa lalu yang menarik untuk diketahui.
Antara tahun 400 sebelum masehi hingga 106 masehi, kota yang kini telah ditinggalkan itu berkembang pesat sebagai pusat perdagangan.
Selain itu, Petra merupakan ibu kota kerajaan Nabath yang berjaya.
Masyarakat Nabath mendiami Petra sejak tahun 312 sebelum masehi, jauh sebelum kekaisaran Romawi ada.
Mereka mengendalikan jalur perdagangan kuno yang membentang dari Tepi Barat ke Yordania, menuju perbatasan utara di semenanjung Arab.
Kehidupan masyarakatnya cukup modern, menurut penelitian banyak ditemukan teknologi transportasi dan sistem irigasi sistemik. Bahkan teknologi tersebut masih bisa berfungsi dengan baik hingga sekarang.