Jakarta, Panjimas – Bertempat di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta pada hari Selasa, (7/2/2023) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bersama tujuh organisasi profesi dan masyarakat menolak tegas Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Mereka meminta DPR RI meninjau ulang rancangan regulasi yang memuat aturan dari berbagai UU yang ada itu.
Organisasi profesi dan masyarakat yang ikut bersama PP Muhammadiyah itu adalah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), serta Forum Masyarakat Peduli Kesehatan.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan bahwa RUU Kesehatan perlu ditinjau ulang karena tidak sesuai dengan nilai-nilai UUD 1945.
“Kami mengajak pemerintah, DPR, ketua umum partai politik, kapan lagi kalau tidak sekarang untuk menunjukkan kejujuran, yaitu kembali kepada orisinalitas, pembukaan UUD 1945 tentang kedaulatan rakyat,” ujar Busyro saat jumpa pers dengan wartawan.
“Dan buktikan ini ditinjau ulang. Kami semua siap untuk memberikan masukan yang lebih detail, atau ditolak atau dibatalkan,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan pihaknya mendorong Badan Legislasi (Baleg) DPR mengeluarkan RUU Kesehatan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Busyro menilai RUU Kesehatan adalah bentuk penjajahan atau kolonialisasi yang bertentangan dengan kemerdekaan atau kedaulatan rakyat.
“Kolonialisasi sekarang ini semakin terwujud dalam politik hukum di Indonesia. Padahal yang berdaulat itu bukan negara, apalagi pengusaha, apalagi calo, bukan. Tapi pada rakyat,” tutur dia.
Busyro juga berkata menyebut bahwa RUU Kesehatan sama seperti beberapa produk hukum yang tidak melibatkan pendapat masyarakat, seperti UU Cipta Kerja, UU ITE, UU KPK, dan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK).
Rapat Pleno Baleg DPR menyetujui RUU Kesehatan menjadi usul inisiatif DPR. Keputusan itu diambil usai Baleg mendengarkan masukan dan suara dari sembilan fraksi.
Dalam rapat pleno yang dihadiri sembilan fraksi, mayoritas atau delapan fraksi menyetujui RUU Kesehatan dengan catatan. Namun mereka sepakat untuk membawa ke Paripurna untuk pembicaraan tingkat dua sebelum disahkan menjadi UU. Hanya fraksi PKS yang menolak dan memberikan sejumlah catatan.