Jakarta, Panjimas – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menegaskan bahwa sikap oposisi bukanlah karakter Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang didominasi oleh kaum terdidik dan terpelajar, tradisi Muhammadiyah adalah kritis, konstruktif dan etis.
“Kita terbuka pada siapapun juga termasuk Pemerintah Pusat sampai Daerah, Muhammadiyah tidak memiliki karakter oposisi, wong di Indonesia juga tidak ada partai oposisi, masak Muhammadiyah oposisi, yang ada adalah Muhammadiyah kritis, konstruktif, etis,” tegasnya dalam pembukaan Musywil Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Kalimantan Barat, Sabtu (4/2).
Busyro lantas mengisahkan satu contoh pendekatan konstruktif Muhammadiyah dalam merespon kebijakan yang kurang presisi, misalnya ketika pemerintah hendak memberlakukan pajak perguruan tinggi swasta setahun lalu.
Seperti diketahui, Muhammadiyah memiliki 172 perguruan tinggi yang semuanya dibiayai mandiri tanpa bantuan APBN/APBD. Dari wacana pajak ini, untuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta saja bahkan diproyeksikan mendapat beban pajak sebesar Rp62 M per tahun.
Merespon rencana kebijakan itu, Busyro menuturkan bahwa PP Muhammadiyah pada waktu itu segera mengumpulkan data dan bertemu dengan Menko Perekonomian dan Dirjen Pajak.
Kepada pemerintah, Muhammadiyah menjelaskan bahwa meski aset ekonomi Muhammadiyah besar, semuanya didistribusikan untuk mengembangkan kemajuan daerah-daerah di berbagai Indonesia yang belum optimal tersentuh oleh pemerintah. Muhammadiyah juga memiliki catatan detil dan transparan.
“Setelah dijelaskan, beliau tahu kekuatan ekonomi Muhammadiyah besar, khusus Jawa Timur saja asetnya 5 Triliun, nah lalu pimpinan Dirjen bertanya, bapak-bapak dari PP Muhammadiyah, kalau begitu gaji Ketua Umum Muhammadiyah berapa?” kenang Busyro.
“Nah pertanyaan itu dijawab dengan presentasi peraturan dan data, bahwa sejak dulu kala PP Muhammadiyah sampai tingkat Ranting itu tidak boleh menerima gaji, tidak ada gaji, begitu disampaikan itu, pak Dirjen sangat positif,” imbuhnya.
Pemerintah sangat positif, akhirnya peraturan pajak perguruan tinggi itu setelah belajar dari model Muhammadiyah, ternyata setoran-setoran yang disampaikan ke PP Muhammadiyah itu untuk didistribusi ke daerah-daerah, ke Sorong bahkan ke luar negeri seperti Universitas Muhammadiyah Malaysia dan Sekolah Muhammadiyah di Australia. Itu semuanya tercatat bagus. Sekarang kita dibebaskan,” syukurnya.
Satu kasus ini, kata Busyro menunjukkan jika Muhammadiyah memiliki kepribadian ta’awun dan komunikasi yang baik dalam hal kebajikan dan takwa dengan siapapun, termasuk pemerintah.
Terkait dengan Musywil, Busyro lantas menawarkan kepada Gubernur dan aparatur pemerintah baik TNI, Polri jika membutuhkan Sumber Daya Manusia yang memiliki tradisi good governance. Muhammadiyah, kata dia siap untuk menyalurkan sumber daya manusianya.
“Muhammadiyah tidak ada lain kecuali merawat dan meningkatkan kebajikan-kebajikan berdasarkan nilai-nilai agama Islam dan juga nilai-nilai kebangsaan yang sumber otentiknya ada di empat alinea UUD 1945 termasuk di situ ada lima sila, dan itu sebagian sumbangan dari putra-putra Muhammadiyah yang dulu berperang bersama Bung Karno dan timnya merumuskan itu semua,” jelas Busyro.
“Jadi bagi Muhammadiyah, sejak dulu kala sampai yang akan datang tidak ada pikiran-pikiran yang akhir-akhir ini sering kali didengung-dengungkan seperti radikal, intoleran, terorisme, sama sekali tidak ada benih-benihnya di Muhammadiyah. Yang ada di Muhammadiyah adalah kemanusiaan, keadaban universal secara lintas agama, lintas suku, lintas apapun juga,” pungkas Busyro.