Jakarta, Panjimas — Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi Kementerian Agama yang telah menerbitkan regulasi tentang seleksi petugas haji. Apresiasi ini disampaikan oleh Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat memberikan keterangan pers di kantornya, usai bertemu dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Hadir juga Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah. Ikut mendampingi Menag, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latif.
Pahala Nainggolan awalnya menyinggung masalah seleksi petugas pembimbing ibadah dan petugas haji daerah yang dinilai belum optimal dan transparan. KPK lalu meminta Kemenag untuk menyusun regulasinya dan itu sudah ditindaklanjuti. Nainggolan melihat keberadaan regulasi itu akan berdampak besar dalam proses seleksi petugas.
“Kita minta Dirjen PHU untuk membuat regulasi dan ini sudah dibuat. Terima kasih Pak Menteri. Karena kita tahu ini pasti dampaknya besar. Kebiasaan yang sudah bertahun-tahun, TPHD terutama, ini sekarang sudah diseleksi berdasarkan kompetensi,” terang Pahala Nainggolan di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Selain regulasi petugas haji, KPK berharap dilakukan juga harmonisasi terhadap Undang-Undang No 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pahala Nainggolan mengatakan harmonisasi dua undang-undang tersebut penting agar ada kejelasan dalam tata kelola, baik dari aspek keuangan maupun penyelenggaraaan haji. “Dua UU ini perlu diharmonisasi supaya ke depan, siapapun menterinya, kepala BPKH nya, sudah jelas skema yang diusulkan terkait biaya haji, 70:30 misalnya. Kalau ada angka yang disebut, begini mekanismenya, (maka) buat BPKH jelas, buat Kemenag jelas, buat jemaah lebih jelas lagi,” tutur Pahala Nainggolan.
“Sekarang naskah akademiknya sudah sampai dan kita akan lihat terus sampai mana selesainya. Ini menjadi panduan yang secara fundamental untuk penyelenggaraan ibadah haji ke depan. Siapa pun menterinya, siapa pun BPKH nya, jemaah bisa melihat secara jelas seperti apa,” sambungnya.
Hal lain yang diapresiasi KPK adalah keberadaan aplikasi pengadaan barang dan jasa untuk layanan haji. KPK menilai proses penyediaan barang dan jasa haji di Arab Saudi belum memenuhi prinsip pengadaan barang dan jasa di Tanah Air. Namun, KPK juga memahami bahwa tidak mudah prosesnya karena regulasi yang berbeda di antara dua negara. Apalagi, penyelenggaraan ibadah haji berlangsung di waktu yang sama, ada jutaan orang dari berbagai negara yang datang ke Arab Saudi. Sehingga, pilihannya kalau mau diambil kuotanya silakan, jika tidak diambil juga tidak apa-apa.
Namun, kata Pahala Nainggolan, KPK meminta setidaknya Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag siapkan aplikasi pengadaan barang dan jasa yang bisa dilihat agar lebih transparan. Aplikasi itu sudah dibuat, namanya Sepakat.
“Jadi, semua pengadaan barang dan jasa haji itu bisa tanya ke Pak Dirjen apa saja yang dibeli dan berapa, di aplikasi yang namanya Sepakat. Ini salah satu upaya kita untuk mendorong transparansi di sana,” tandasnya.