Jakarta (Kemenag) — Penyesuaian tarif berupa kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang diusulkan Kementerian Agama RI (Kemenag) dinilai Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA selaras dengan ikhtiar memperkuat ekosistem haji. “Kenaikan BPIH yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI di awal tahun 2023 ini selaras dengan penguatan ekosistem haji,” ujar Amany, di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Amany mendefinisikan ekosistem haji sebagai pelaksanaan ibadah haji oleh Kemenag dan masyarakat dengan sistem yang kuat, solid, dan seimbang. Keseimbangan ini dilihat dari segi regulasi, ekonomi haji, produk dan jasa perjalanan haji serta pelaku ekosistem haji.
Karenanya, lanjut Amany, penguatan ekosistem haji di Indonesia membutuhkan adanya aksi afirmatif pemerintah. “Aksi ini salah satunya berupa kenaikan biaya haji yang didasarkan pada kebutuhan mengikuti mekanisme yang jelas dan transparan dalam menerapkan persyaratan haji, serta memberikan prioritas kepada mereka yang tidak melakukan ibadah haji,” ungkap Amany.
Penambahan dari biaya haji ini menurut Amany akan membantu pemerintah dan juga jemaah serta seluruh stakeholders haji untuk melakukan pembenahan. Selain itu, pendanaan perjalanan juga dapat dilakukan dengan baik.
“Dari sini dapat dilakukan penguatan pengelolaan dana haji, baik itu dalam pengembangan dana haji, penambahan nilai manfaat, dan juga pengelolaan dana haji dan ini khusus dilakukan oleh BPKH,” imbuhnya.
Ia menuturkan, inti penguatan ekosistem haji sendiri meliputi peningkatan pelayanan haji baik di dalam maupun luar negeri dengan memberikan kesempatan bagi jemaah untuk menjadi jemaah yang mandiri. Selain itu, penguatan ekosistem juga juga memberi kesempatan pada semua pihak untuk melakukan pendidikan sepanjang tahun bagi para jemaah haji.
Rumah Jemaah Haji dan Pelibatan UMKM
Lebih jauh, Rektor Amany menilai penguatan ekosistem haji juga bisa diarahkan dalam bentuk pengembangan investasi dan pelibatan UMKM. Pengembangan investasi dinilai diperlukan mengingat jumlah jamaah haji Indonesia menempati urutan terbanyak di dunia sehingga sudah sepatutnya Indonesia memiliki rumah jemaah haji tersendiri di Kerajaan Arab Saudi.
Di samping itu, stakeholders dari pelaksanaan haji itu dapat memastikan ekonomi haji yang kuat melalui pelibatan UMKM. UMKM domestik, baik industri pakaian, makanan, kosmetik dan lainnya yang potensial bisa dilibatkan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan produk terkait haji sehingga mereka juga bisa ikut maju.
“Dengan demikian, kita semua turut menggalakkan penggunaan produk dalam negeri. Tentu dengan standar yang halal dan thayyib,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Rektor Amany juga menilai pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji juga perlu didukung fasilitas teknologi informasi yang kuat dan media massa yang mendukung ekonomi haji. Begitu juga berbagai unit lain pengembangan ekosistem Haji, baik jamaah haji sendiri, maupun penyelenggara pembimbingan ibadah dan stakeholders lain penyelenggaraan ibadah haji.
Dalam hal ini, sambungnya, para stakeholder seperti asosiasi travel dan penyelenggara haji dan umrah perlu terus memperkuat kualitas diri. Ini diperlukan guna melengkapi peran dari pemerintah dalam memudahkan urusan jemaah haji dan umrah sejak berangkat hingga kembali ke tanah air.
“Ekosistem haji sangat penting untuk dikembangkan. Untuk itu pengelolaan dana yang seimbang dan tidak merugikan, khususnya dengan berkurangnya subsidi dari pemerintah dan partisipasi dari masyarakat lebih tinggi dari pendanaan yang Rp 39 juta menjadi Rp. 69 juta ini layak dinyatakan sebagai inovasi dan mengikuti perkembangan keuangan dunia yang memang sudah membutuhkan dinaikkannya dana penyelenggaraan haji di Indonesia,” tandasnya lagi.
Diketahui, Kemenag mengusulkan rerata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60. Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.
Usulan disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan paparan pada Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR dengan agenda pembahasan persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888,02 menyusul perubahan signifikan antara komponen biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayarkan jemaah dan komponen nilai manfaatnya.
Menurut Menag, seperti dilansir www.kemenag.go.id, BPIH 2022 senilai Rp98.379.021,09 dengan komposisi biaya perjalanan Rp39.886.009,00 (40,54%) dan nilai manfaat (optimalisasi) Rp58.493.012,09 (59,46%). Sementara usulan Kemenag untuk biaya perjalanan tahun 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi biaya perjalanan ibadah Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) Rp29.700.175,11 (30%).
Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar: 1) Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00; 2) Akomodasi Makkah Rp18.768.000,00; 3) Akomodasi Madinah Rp5.601.840,00; 4) Living Cost Rp4.080.000,00; 5) Visa Rp1.224.000,00; dan 6) Paket Layanan Masyair Rp5.540.109,60
“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” tegas Menag di DPR, Kamis (19/1/2023).