Bantul, Panjimas —Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi Islam modern dan bentuk-bentuk bangunan gedung Amal Usaha (AUM) modern bahkan juga ada yang post-modern dan juga megah-megah, namun jati diri organisasi ini tetap Islam.
Hal itu disampaikan secara tegas oleh Ketua PP Muhammadiyah, Agung Danarto pada, Selasa (10/1) malam di acara silaturahmi PP Muhammadiyah dan PCIM Sudan: Meneguhkan Jati Diri Kader Ulama, Pemimpin dan Pendidik.
Agung menjelaskan, karena jati diri dari Muhammadiyah adalah Islam maka ruh yang dikembangkan adalah keberagamaan yang bersumber dari nilai Al Qur’an dan Assunah. Hal itu yang menjadikan Muhammadiyah meski dikenal sebagai organisasi modern, tetapi tidak meninggalkan Islam sebagai dasar gerakannya.
Ribuan AUM yang dimiliki Muhammadiyah yang dikelola secara modern hakikatnya tetap gerakan Islam. “Nilai-nilai ajaran Islamlah yang menjadi dasar, yang menjadi koridor bagi gerakan Persyarikatan Muhammadiyah,” imbuhnya.
Oleh karena itu, bagi kader Persyarikatan Muhammadiyah lebih-lebih yang sedang menempuh studi di bidang-bidang dirasah Islamiah selalu dibutuhkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Para kader diaspora di PCIM diharapkan sekembalinya dari luar negeri untuk bisa mengisi atau aktif di lingkungan persyarikatan di Indonesia.
Agung menunjukkan secara statistik bahwa Muhammadiyah saat ini sudah tersebar di seluruh provinsi se-Indonesia, bahkan juga ada sampai di desa-desa. Oleh karena itu tidak boleh ada alasan tidak ada tempat untuk mengabdi di Muhammadiyah.
“Kemudian di Pesantren Muhammadiyah juga berkembang pesat sekali. Tujuh tahun yang lalu menjelang Muktamar di Makassar dilaporkan masih ada 80 sekian, ketika Muktamar di Solo atau tujuh tahun kemudian itukan dilaporkan sudah lebih dari 400,” imbuhnya.
Namun demikian, Agung mengakui bahwa dengan perkembangan pesantren yang begitu pesat, Muhammadiyah masih belum begitu siap, dibuktikan masih rendahnya pendidik atau ustadz di pesantren-pesantren tersebut yang belum memahami betul dan tidak berjati diri Muhammadiyah.
“Kita mencari kanan-kiri dan lain sebagainya, tidak sedikit diantaranya yang tidak kenal Muhammadiyah. Itu problem yang kita hadapi, sehingga coraknya pesantren Muhammadiyah begitu banyak,” ungkap Agung.
Supaya corak Muhammadiyah seragam, Agung berharap kader Muhammadiyah yang berdiaspora di luar negeri untuk menuntut ilmu, lebih-lebih di Timur Tengah agar menyiapkan diri dalam mengisi atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.