Jakarta, Panjimas – Dalam penandatanganan MoU dengan Kemenkes RI, Selasa (3/1), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menuturkan bahwa pengkhidmatan Muhammadiyah dalam layanan pendidikan, sosial, dan kesehatan telah terbangun sejak organisasi itu berdiri pada 1912.
Oleh sebab itu, pengkhidmatan Muhammadiyah di mana pun berada menurutnya sudah menjadi semacam budaya yang tumbuh dari kesadaran kolektif para pegiatnya di tataran masyarakat akar rumput.
Haedar lantas menyebut bagaimana Muhammadiyah secara mandiri dan swadaya membuka pelayanan sosial, pendidikan, hingga kesehatan ke berbagai pelosok Indonesia yang bahkan belum terjamah oleh pemerintah.
“Itu menunjukkan ekosistemnya memang kita bangun dari bawah. Bahkan di kawasan Ambon Maluku, kita punya kapal pelayanan Said Tuhuleley yang ini jalan ke antar pulau menyiapkan dokter dan perawat biarpun biayanya mahal, bahkan Presiden mengaku pemerintah belum siap (melakukan hal serupa). Ini menunjukkan kita punya ekosistem yang bagus,” ungkapnya.
Hal ini juga terlihat saat Muhammadiyah menangani pandemi. Kata Haedar, seluruh elemen di Persyarikatan dari tingkat pusat hingga ranting bergerak satu komando dalam semangat sami’na wa atha’na.
Menghidupkan budaya berkhidmat dari ekosistem akar rumput ber-Muhammadiyah inilah yang kemudian ditekankan oleh Haedar agar menjadi fokus dakwah para dai, mubaligh hingga Amal Usaha di lingkungan Persyarikatan.
“Maka kami juga berharap ke internal Persyarikatan, ekosistem yang berbasis pada kekuatan di bawah ini jangan sampai rontok, entah karena proses globalisasi atau hal-hal lain yang merusak ekosistem ini karena Muhammadiyah hidup dari ekosistem ini. Maka kami harapkan kampus, rumah sakit, selalu berintegrasi dengan lingkungan setempat yang kita sebut dengan Cabang-Ranting. Dan itulah kekuatan Muhammadiyah. Tapi perlu juga diperluas lagi basis masyarakatnya,” pesan Haedar.
Terakhir, Haedar menganggap budaya berkhidmat, dan taat atau disiplin berorganisasi ini adalah modal utama sehingga Muhammadiyah dapat bekerja sama dengan siapapun dalam bingkai berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
“InsyaAllah Muhammadiyah relatif lebih mudah untuk melakukannya, dan bukan karena ketua umumnya atau sekumnya, tapi karena sistemnya sudah membentuk untuk taat. Ada konsep untuk taat sistem di Muhammadiyah dan biasanya yang tidak taat sistem terlempar sendiri. Itu mekanisme yang berlaku di Muhammadiyah,” tutup Haedar.