Jakarta, Panjimas – Mengawali tahun 2023 harus dengan optimis, meski dengan segala dinamika yang telah terjadi pada 2022, termasuk belum dicabutnya status pandemi covid-19, namun menatap 2023 harus dengan sikap dan pandangan yang maju.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah di acara Refleksi Akhir Tahun 2022 yang diselenggarakan Takmir Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta pada (31/12) beberapa waktu yang lalu.
Tidak bisa dipungkiri, pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia bukan hanya Indonesia ini berdampak ke beberapa sektor kehidupan, termasuk kesehatan, ekonomi dan kemanusiaan secara universal. Bahkan di 2023 ini para pakar juga memprediksi akan terjadi resesi ekonomi di seluruh dunia.
“Tetapi kita semua dengan masalah-masalah itu harus tetap bersyukur, karena sampai di penghujung 2022 ini kita semua masih bertahan,” ucapnya.
Menurut perempuan yang akrab disapa Bu Bayin ini, rasa syukur tersebut lebih-lebih untuk kenikmatan yang berupa keimanan dan keislaman yang sampai saat ini masih dimiliki oleh seluruh warga Persyarikatan yang dijaga oleh Allah SWT.
Masalah-masalah sosial keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal yang terjadi pada 2022, termasuk yang akan datang pada 2023, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak berlepas dari itu, dan hadir sebagai solusi atas segala permasalahan yang dihadapi oleh dunia saat ini.
Hemat Bu Bayin, kemiskinan menjadi masalah yang seperti tidak ada ujung. Dalam pengalamannya terjun ke daerah-daerah, masih banyak ditemukan angka kemiskinan yang nyata di depan mata untuk segera diselesaikan.
“Dan masih adanya kesenjangan sosial, termasuk masih ada korupsi yang menggurita di tengah penanganan hukum yang belum sembuh-sembuh,” ucapnya.
Termasuk permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh keluarga masa kini, yang berkaitan dengan teknologi digital, seperti penggunaan media sosial yang tidak mendidik oleh anak-anak yang masih belum cukup umur.
“Juga masih ditemukan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan pada anak, pelecehan seksual pada anak, kemudian juga ada juga KDRT.” Imbuhnya.
Meski sebagai negara yang bertumpu pada hukum, atau hukum sebagai panglima utama, namun penyelesaian masalah-masalah kekerasan pada perempuan dan anak dalam lingkup keluarga sampai sejauh ini masih menjadi masalah yang pelik dan seperti benang kusut yang susah untuk diurai.