Ponorogo, Panjimas —Supaya konsep Islam yang Berkemajuan tidak berjarak dengan kehidupan dan menjadi wacana semata, perlu untuk dibumikan. Bukan hanya wacana, Islam yang Berkemajuan menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir sebenarnya telah dipraktekkan.
Namun demikian pada urusan tataran teknis bagaimana cara mewujudkan dan membumikan Islam yang Berkemajuan masih perlu diperjelas. Haedar Nashir pada, Sabtu (24/12) di acara Pembukaan Musywil PWM Jatim di Ponorogo empat cara membumikan Islam yang Berkemajuan.
Cara yang pertama adalah dengan mengintensifkan kualitas maupun kuantitas gerakan keagamaan di kehidupan masyarakat. Keberhasilan Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, imbuh Haedar, tidak bisa dipungkiri karena pendekatan yang digunakan adalah dengan cara damai dan berbasis pada kultur atau budaya.
Model pendekatan tersebut menjadi role model bagi Muhammadiyah jika ingin membumikan Islam yang Berkemajuan khususnya di bangsa Indonesia. Agama bagi bangsa Indonesia merupakan merupakan sumber nilai hidup dalam gerak dinamis kehidupan umat, masyarakat dan bangsa.
Terkait dengan beberapa isu miring yang mengaitkan agama sebagai sumber radikalisasi, perpecahan bahkan politik identitas sebagai suatu yang menghancurkan, Guru Besar Sosiologi ini meminta supaya ada reorientasi dan kembali membaca sejarah perjalanan Indonesia.
“Saya yakin itu perlu kita reorientasi karena sejatinya dalam perjalanan sejarah indonesia, agama menjadi sumber nilai hidup yang mendamaikan, yang menyatukan, yang memberi nafas hidup dan kemajuan.” Ungkapnya.
Kedua, cara membumikan Islam yang Berkemajuan dengan cara membangun dan meningkatkan kualitas pembinaan jamaah dan komunitas masyarakat di akar rumput. Haedar percaya, komunitas akar rumput memiliki kekuatan yang berbasis pada nilai-nilai budaya yang perekat yang kokoh di atas kemajemukan.
Kesadaran atas kemajemukan bangsa Indonesia ini telah sejak awal dimiliki oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu, gerakan organisasi sosial keagamaan pada awal 1920-an sudah diterima di seluruh penjuru negeri, seperti pada 1922 sudah menyebar sampai Aceh dan pada 1926 bahkan sampai ke Merauke, Papua.
“Itu menunjukan bahwa Muhammadiyah dengan semangat pembaharuannya hadir bersama masyarakat di komunitas. Maka tidak benar bila Muhammadiyah itu anti budaya, anti tradisi.” Imbuhnya.
Kebudayaan dan tradisi dalam sudut pandang Muhammadiyah dikonstruksi sebagai entitas yang selain menjadi perekat, juga menjadi energi perubahan dan kemajuan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap menghormati kelompok lain yang memiliki cara pandang dan cara memelihara tradisi yang berbeda dengan Muhammadiyah.
Ketiga, supaya Islam yang Berkemajuan membumi maka harus ada gerakan amal nyata dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat dan umat. Muhammadiyah dalam gerakan amal nyata di empat bidang tersebut memiliki bekal yang cukup, maka harus ditingkatkan kualitasnya untuk membangun pusat keunggulan itu.
Keempat, memperkuat dan mengokohkan bangunan persatuan bangsa dan ukhuwah umat supaya bisa menjadi bangsa besar dan berkemajuan. Dalam hemat Haedar, tidak ada bangsa yang maju jika terjadi pertikaian dan pembelahan. Maka Muhammadiyah diharapkan hadir menjadi perekat persatuan bangsa dan ukhuwah umat.
Ponorogo, Panjimas —Supaya konsep Islam yang Berkemajuan tidak berjarak dengan kehidupan dan menjadi wacana semata, perlu untuk dibumikan. Bukan hanya wacana, Islam yang Berkemajuan menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir sebenarnya telah dipraktekkan.
Namun demikian pada urusan tataran teknis bagaimana cara mewujudkan dan membumikan Islam yang Berkemajuan masih perlu diperjelas. Haedar Nashir pada, Sabtu (24/12) di acara Pembukaan Musywil PWM Jatim di Ponorogo empat cara membumikan Islam yang Berkemajuan.
Cara yang pertama adalah dengan mengintensifkan kualitas maupun kuantitas gerakan keagamaan di kehidupan masyarakat. Keberhasilan Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, imbuh Haedar, tidak bisa dipungkiri karena pendekatan yang digunakan adalah dengan cara damai dan berbasis pada kultur atau budaya.
Model pendekatan tersebut menjadi role model bagi Muhammadiyah jika ingin membumikan Islam yang Berkemajuan khususnya di bangsa Indonesia. Agama bagi bangsa Indonesia merupakan merupakan sumber nilai hidup dalam gerak dinamis kehidupan umat, masyarakat dan bangsa.
Terkait dengan beberapa isu miring yang mengaitkan agama sebagai sumber radikalisasi, perpecahan bahkan politik identitas sebagai suatu yang menghancurkan, Guru Besar Sosiologi ini meminta supaya ada reorientasi dan kembali membaca sejarah perjalanan Indonesia.
“Saya yakin itu perlu kita reorientasi karena sejatinya dalam perjalanan sejarah indonesia, agama menjadi sumber nilai hidup yang mendamaikan, yang menyatukan, yang memberi nafas hidup dan kemajuan.” Ungkapnya.
Kedua, cara membumikan Islam yang Berkemajuan dengan cara membangun dan meningkatkan kualitas pembinaan jamaah dan komunitas masyarakat di akar rumput. Haedar percaya, komunitas akar rumput memiliki kekuatan yang berbasis pada nilai-nilai budaya yang perekat yang kokoh di atas kemajemukan.
Kesadaran atas kemajemukan bangsa Indonesia ini telah sejak awal dimiliki oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu, gerakan organisasi sosial keagamaan pada awal 1920-an sudah diterima di seluruh penjuru negeri, seperti pada 1922 sudah menyebar sampai Aceh dan pada 1926 bahkan sampai ke Merauke, Papua.
“Itu menunjukan bahwa Muhammadiyah dengan semangat pembaharuannya hadir bersama masyarakat di komunitas. Maka tidak benar bila Muhammadiyah itu anti budaya, anti tradisi.” Imbuhnya.
Kebudayaan dan tradisi dalam sudut pandang Muhammadiyah dikonstruksi sebagai entitas yang selain menjadi perekat, juga menjadi energi perubahan dan kemajuan. Namun demikian, Muhammadiyah tetap menghormati kelompok lain yang memiliki cara pandang dan cara memelihara tradisi yang berbeda dengan Muhammadiyah.
Ketiga, supaya Islam yang Berkemajuan membumi maka harus ada gerakan amal nyata dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi masyarakat dan umat. Muhammadiyah dalam gerakan amal nyata di empat bidang tersebut memiliki bekal yang cukup, maka harus ditingkatkan kualitasnya untuk membangun pusat keunggulan itu.
Keempat, memperkuat dan mengokohkan bangunan persatuan bangsa dan ukhuwah umat supaya bisa menjadi bangsa besar dan berkemajuan. Dalam hemat Haedar, tidak ada bangsa yang maju jika terjadi pertikaian dan pembelahan. Maka Muhammadiyah diharapkan hadir menjadi perekat persatuan bangsa dan ukhuwah umat.