Jakarta, Panjimas – Pada Surat Al-Hajj ayat 28, Allah Swt menyebut ibadah haji memberikan banyak ragam manfaat atau manafi’. Secara umum, ahli tafsir memaknai manafi’ sebagai pahala.
Namun menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI, Prof Hilman Latief adapun manafi’ dapat diartikan beragam seperti manfaat spiritual, manfaat sosiologis (ukhuwah), hingga manfaat ekonomi (tijarah).
Sayangnya bagi bangsa Indonesia yang merupakan penyumbang jamaah haji terbesar, manafi’ dalam aspek ekonomi menurut Hilman belum tergarap. Misalnya pada penyediaan bahan pokok bagi ransum jamaah haji.
Bendahara Umum PP Muhammadiyah ini juga mengungkapkan bahwa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan 22 juta paket ransum bagi jamaah haji itu selama ini menggunakan bahan pokok seperti beras, rempah-rempah, buah-buahan, ikan dan daging dari negara lain layaknya Brazil, Tiongkok, Australia, Thailand, dan Vietnam.
Dalam konvensi tahunan ketiga PCIM Amerika Serikat, Sabtu (17/12), dia menyebut hal itu terjadi karena belum tergarapnya aspek tijarah oleh pemerintah. Padahal putaran uang untuk kegiatan bagian ini mencapai 7 Triliun rupiah. Ke depan, aspek ini kata dia diusahakan rampung.
Sementara itu pada aspek manafi’ lainnya, Hilman menyoroti soal dam (denda bagi pelanggar haji). Sebab selama ini, aturan fikih mengharuskan dam yang berupa kambing disembelih di Tanah Suci. Sebagai akibatnya, maka ribuan ton daging kambing hanya berputar di wilayah tersebut.
Hilman berharap ke depan ada pembahasan untuk mengkaji ulang fikih dam karena sesuai konteks zaman, hal tersebut dianggap kurang maslahat. Hilman berpendapat fikih dam akan menjadi manafi’ jika ada fatwa baru yang membolehkan daging dam disalurkan ke negara asal pelaku haji dan disalurkan untuk masyarakat miskin di negara mereka masing-masing.
“Ini saya kira ijtihad-ijtihad baru yang perlu kita rumuskan bersama bagaimana dari proses ibadah haji itu bisa kita lakukan berbagai hal,” tuturnya.
Untuk kebutuhan tersebut, Kemenag menurutnya mulai menata alur kebijakan yang memungkinkan hal itu terjadi. Organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan yang lainnya diharapkan Hilman menyasar peluang ini dengan mengkaji tema-tema ijtihadiyah soal haji, melahirkan fatwa kontemporer sembari menguatkan ekosistem ekonomi haji dan umrah lebih spesifik lagi.