Jakarta, Panjimas – Wakil Ketua Komisi VIII DPR, TB. Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kembali konsep istitha’ah (kemampuan) yang menjadi syarat haji.
Menurutnya, konsep ini mencakup kemampuan secara fisik (kesehatan) dan juga material (biaya haji). “Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1443 H/2022 M per jemaah haji reguler sebesar Rp86.5 juta. Biaya yang dibayar langsung jemaah haji, rata-rata sebesar Rp39,6 juta meliputi biaya penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Makkah dan Madinah, biaya hidup (living cost), dan biaya visa” terang Ace.
“Artinya, lebih dari 50% biaya perjalanan haji masyarakat, ‘disubsidi’ dari nilai manfaat optimalisasi keuangan haji yang dilakukan oleh BPKH,” lanjutnya.
Dana itu, lanjut Ace, mencapai Rp46.9 juta per jemaah, atau secara keseluruhan lebih dari Rp4,7 trilyun. Dana tersebut untuk membayar komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan di dalam negeri.
Selain itu, lanjut Ace, jemaah haji lunas tunda pada tahun 1441H/2020M juga tidak dibebani tambahan biaya pelunasan BPIH tahun 1443H/2022M. Selisih kurang antara BPIH 1443H/2022M dengan BPIH 1441H/2020M, juga dibebankan ke nilai manfaat keuangan haji.
“DPR dan pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji. Pada tahun 1443H/2022M misalnya, telah dilakukan peningkatan volume makan jemaah haji di Makkah dan Madinah dari 2 (dua) kali per hari menjadi 3 (tiga) kali per hari,” pungkasnya