Jogyakarta, Panjimas – Sejumlah orang tua anak terpidana kasus klitih di Yogyakarta yang menewaskan seorang korbannya di Jalan Gedongkuning mengadu ke Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Jalan Cik Ditiro Kota Yogyakarta, Jumat (16/12/2022). Mereka mengadukan berbagai kejanggalan hingga anak-anak mereka divonis bersalah.
Para orang tua anak terpidana beserta pendamping hukum berdialog dengan jajaran pimpinan PP Muhammadiyah selama satu jam lebih yang ditemui Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah Busyro Muqoddas. Meski anak mereka sudah divonis bersalah, mereka telah mengajukan banding dan hasilnya berbeda.
Dalam pertemuan itu, para orang tua menjelaskan anak-anaknya dipaksa mengaku melakukan kekerasan oleh kepolisian. Hal ini mereka anggap menyalahi prosedur hukum yang seharusnya dijalankan.
Subadriyah salah satu orang tua anak terpidana mengungkapkan jika anaknya mendapat kekerasan selama pemeriksaan. Sejak dijemput paksa anggota Polda DIY tanpa disertai surat tugas beberapa kekerasan menimpa anaknya.
“Anak saya mendapat kekerasan karena tak mau mengaku,” katanya saat di PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat, 16 Desember 2022.
Subadriyah menjelaskan, ketika pendamping hukum akan mengakses klien hingga CCTV seakan-akan dihalangi. Dia juga menyebut saat kejadian 3 April 2022 anaknya memang keluar tapi tidak membawa motor.
Namun dalam dakwaan oleh jaksa, anaknya membawa Vario saat kejadian. Bahkan ada keterangan dari teman sekolah anaknya yang sempat ke rumahnya menjelaskan jika anaknya tidak sampai ke Gedongkuning. “Banyak rekayasa yang terjadi,” ujarnya.
Pengacara salah satu terpidana kasus klitih, Taufiqurrahman menilai ada sejumlah proses hukum yang dilakukan aparat tidak sesuai aturan. Meskipun akhirnya Pengadilan Negeri Yogyakarta tetap memvonis bersalah. Namun pembuktian di pengadilan tidak meyakinkan pihaknya.
“Rekaman CCTV yang diputar di pengadilan tak menunjukkan secara detail termasuk melihat pelaku,” ucapnya.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Yogyakarta, Arsiko Daniwidho Aldebarant mengatakan, pihaknya ikut membantu advokasi dan telah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Namun Pengadilan Tinggi berkata lain.
“Pengadilan Tinggi Yogyakarta memutuskan menguatkan vonis bersalah yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Yogyakarta pada 8 November lalu. Kami akan menempuh kasasi, bahkan sampai peninjauan kembali,” ucapnya.
Sementara itu, Busyro Muqoddas mengatakan pihaknya akan memproses sebagaimana dalam mengadvokasi kasus-kasus hukum yang diduga secara tidak benar dilakukan aparat. Salah satu langkah yang akan dilakukan yakni menggelar eksaminasi kasus tersebut bersama dosen-dosen Fakultas Hukum dari perguruan-perguruan tinggi milik Muhammadiyah.
“Kami prihatin atas kasus-kasus itu lantaran yang berurusan hukum merupakan bagian dari Muhammadiyah. Ia mengatakan akan menindaklanjuti aduan tersebut,” ujar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta memvonis tiga terdakwa kasus klitih yang menewaskan seorang pelajar di kawasan Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, dengan hukuman penjara mulai enam hingga 10 tahun. Kasus klitih itu sendiri terjadi pada Minggu dini hari, 3 April 2022.
Ketiga terdakwa penerima vonis yakni Ryan Nanda Syahputra, 19, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Sementara Fernandito Aldrian Saputra, 18, dan Muhammad Musyaffa Affandi, 21, masing-masing divonis enam tahun penjara.
Majelis hakim menganggap ketiganya terbukti melanggar Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang melakukan tindak pidana secara bersama-sama berupa kekerasan terhadap orang lain.
Sumber : InewsYogya.id