Kuningan, Panjimas – Hidup toleran di tengah perbedaan keyakinan sejak dulu sudah diterapkan warga Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Belakangan warga membuat Posko Kebangsaan sebagai upaya lebih konkrit menerapkan nilai gotong royong di tengah masyarakat.
Ketua RT 08 Dusun Cisantana, Hardianto mengatakan, sejak dulu semangat gotong royong sudah ada pada warga Cisantana yang memiliki keberagaman agama. Namun, pihaknya berusaha melakukan semacam revitalisasi sistem gotong royong tersebut di tengah masyarakat yang di dalamnya memiliki mayoritas kelompok agama beragam dengan jumlah yang sama.
“Pertama dengan melakukan giat bersih kedua adalah giat keamanan yang tadinya tidak ada kita adakan kembali,” kata Hardianto.
Kemudian juga ada inisiatif kegiatan Puluhan yakni mengumpulkan uang dari warga. Dari 73 KK uang yang terkumpul bisa untuk menambah fasilitas penerangan jalan, atau perbaikan jalan yang tidak dicover oleh pihak desa. Dia mengaku di tingkat RT berusaha mandiri membangun lingkungan.
“Semangat gotong royong dan kebersamaan di lingkungan kami dilakukan tanpa melihat latar belakang agama. Hal itu menjadi kekuatan kita untuk berkarya,” ujarnya.
Aktifnya kembali kegiatan masyarakat di RT 08 Dusun Cisantana itu dilirik oleh pihak kecamatan. Pihak kecamatan menunjuk RT 08 Dusun Cisantana membuat gapura toleransi untuk lomba ulang tahun Kota Kuningan. Gapura itu mengangkat tema keanekaragaman masyarakat Cisantana yang terdiri dari perbedaan keyakinan tetapi hidup rukun dan harmonis penuh toleransi.
“Kita ikut mewakili Kecamatan Cigugur, ditunjuknya kami menandakan bahwa semangat kegotong-royong dan kerjasama itu memang masih benar-benar ada di desa kami. Akhirnya kami dapat juara 1 se-kabupaten Kuningan,” ujarnya.
Dalam lomba gapura tersebut, tema yang diangkat adalah keanekaragaman dan toleransi di Kabupaten Kuningan. Menurut Hardianto, tidak semua orang tahu bahwa di Cisantana masyarakatnya pluralis terdiri dari berbagai agama dan keyakinan. Sebab, tidak semua wilayah di Kuningan homogen dalam hal keyakinan.
“Setelah menang lomba Gapura yang mengusung keanekaragaman, kemudian kami ditunjuk kembali menjadi lokasi kegiatan peresmian Kampung Toleransi oleh Kemenag Kabupaten Kuningan,” ujarnya.
Lebih lanjut dia berpendapat bahwa perbedaan itu adalah kekuatan bukan kelemahan. Untuk pembangunan masyarakat juga diawali dari melihat potensi yang ada di masyarakat, salah satunya adalah perbedaan yang tidak dijadikan kelemahan, namun justru kekuatan untuk membangun lingkungan. Dia bersyukur masyarakat di Cisantana menjadi barometer hidup rukun toleran dalam beragama, khususnya di Kuningan.
“Yang harus dilihat sejak ribuan tahun lalu di Cisantana sudah ada dengan latar belakang agama berbeda. Jangan pernah dirusak oleh orang yang tidak paham budaya luhur orang asli Cisantana. Jadi nilai seluruh keluhuran dan keagungan ini yang menjadi ciri khas masyarakat asli Cisantana jangan pernah dirusak dengan konsep-konsep memecah belah atau membuat nuansa yang tadinya guyub rukun menjadi terkotak-kotak,” pesannya.
Penata Keadatan Sunda Wiwitan Ela Romlah menambahkan, ada fenomena menarik di Cisantana saat perubahan struktur RT seiring berubahnya batas wilayah. Hal ini menjadikan adanya kekompakan baru seperti membangun poskamling di semua RT dan adanya persaingan secara positif di antara RT.
Termasuk adanya Posko Kebangsaan sebagai ruang berkumpul tidak mengenal status keyakinan, baik Islam, Penghayat, Katolik, semua ikut kegiatan salah satunya ronda malam. Ada juga kegiatan pupuhan, yakni semacam iuran dimana setiap rumah diberi tempat uang yang nantinya sekitar jam 10 atau 11 malam akan diambil oleh petugas ronda.
“Jadi sebenarnya sebelum ada konsep Balai Kebangsaan yang pernah digagas Kementerian Agama, di desa Cisantana sudah menerapkannya,” kata dia.
Selain mengamankan wilayah dengan siskamling, kegiatan tersebut juga mempererat silaturahmi. Biasanya, malam hari dengan menyalapan api unggun untuk menghangatkan badan, membikin kopi bareng, warga memainkan musik kecapi atau angklung sesuai selera masing-masing.
“Itu adalah sebuah kerukunan dan toleransi yang sudah terbangun dengan secara naluri di desa Cisantana, itu sangat indah sekali dan saya bahagia menjadi bagiannya,” katanya.