Oleh KH Bachtiar Nasir
Bismillahirrahmanirahiim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (١٩) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (٢٠) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (٢١)
إِلا الْمُصَلِّينَ (٢٢) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ (٢٣) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (٢٤) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (٢٥) وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (٢٦) وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (٢٧) إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (٢٨) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٢٩) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٣٠) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٣١)وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٣٢) وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (٣٣) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٣٤)أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (٣٥)
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (Surat Al-Ma’arij ayat 19-34).
Dalam kehidupan ini pastilah kita banyak menemui masalah. Akan tetapi, bagaimana menyikapi permasalahan yang terjadi dan bagaimana seseorang menyelesaikannya, tentu bergantung pada diri orang itu sendiri. Namun, pada dasarnya manusia diciptakan dalam keadaan suka mengeluh (haluu’an) dan kikir (manuu’an). Ibnu Abas dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa suka berkeluh kesah ini adalah karakter yang apabila ditimpa kesusahan ia mudah sekali mengeluh. Namun, apabila dia dikaruniai kebaikan maka dia akan pelit berbagi kebahagiaan.
Inilah mentalitas kita, sehingga masalah yang sebenarnya kecil menjadi besar bagi kita. Kenapa? Karena, masalahnya terus menerus diulang dan diulang. Sehingga setiap detik kehidupan terasa gelap dan membuat orang lain juga tidak nyaman berdekatan. Jadilah masalah-masalah hidup kita tidak pernah selesai. Terutama, jazu’an (berkeluh kesah)-nya sangat terlihat bila sedang mendapat musibah dan manu’an (kikir)-nya terlihat ketika sedang mendapat rezeki.
Sehingga orang-orang seperti ini kelak akan mencapai keadaan sejelek-jelek karakter manusia. Yaitu, jika menginginkan sesuatu ia akan mengejarnya mati-matian menghalalkan segala cara dan disaat sudah mendapatkannya maka pelitnya luar biasa. Lalu ketika timbul masalah, ia akan mengeluh dan secara pengecut bersembunyi; melarikan diri dari masalah.
Tentu, penyakit jazuu’an dan manuu’an ini harus sejak dini mampu kita antisipasi. Siapakah yang bisa membuang karakter tersebut dari diri kita? Tak lain adalah diri kita sendiri. Bagaimana caranya?
1. Mendirikan shalat dan konsisten melakukannya dalam keadaan apa pun. Sedang ingin atau tidak ingin kita shalat, tetaplah berdiri untuk melakukannya. Itulah kesetiaan kita sebagai hamba.
2. Menunaikan hak orang lain yang ada di dalam harta kita. Yaitu pada orang fakir yang meminta dan orang fakir yang tidak meminta. Orang yang lepas dari siksa neraka Ladzo sejatinya adalah orang yang menyadari bahwa dalam harta yang diatasnamakan sebagai miliknya itu, ada kewajiban untuk diberikan dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah kepada mereka yang membutuhkan. Apalagi bila ia sedang mendapatkan rezeki yang besar, maka pasti ada orang-orang di sekitarnya yang telah membantunya mendapatkan apa yang diperolehnya tersebut.
3. Meyakini akan adanya hari pembalasan. Mereka adalah orang-orang yang meyakini dan kemudian mempersiapkan diri menyambut hari akhir yang akan datang tersebut. Orang yang meyakini hari akhir ini, otomatis akan mudah melepaskan keluh kesah dan kekikirannya. Karena, ia sadar betul bahwa tidak ada waktu untuk berkeluh kesah karena umur yang singkat dan kematian begitu dekat. Dia juga sadar betul bahwa apa yang dititipkan kepadanya adalah amanah yang harus segera ditunaikan dan dibagikan. Sehingga dengan mengingat hari pembalasan, seseorang akan terjaga dari sifat kikirnya.
4. Merasa terancam akan azab dari Tuhannya. Pernahkah kita melihat bagaimana sikap orang yang merasa terancam hidupnya? Orang yang mempersiapkan apa pun yang kelak berguna bila kematian datang. Ia tidak lagi mencintai materi karena ia tahu kematian atau adzab akan merenggut hidup kapan saja.
Orang-orang yang tahu betul bahwa hidup sejatinya berdampingan dengan adzab dan kematian akan sangat sensitif dan tidak pernah tenang dalam kesia-siaan, apalagi kemaksiatan.
Orang-orang seperti inilah yang kerap bersegera menyucikan dirinya karena merasa tidak aman dengan kemaksiatan dan kekotoran jiwa.
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَ
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu) dan sungguh orang yang mengotorinya.” (Surat Asy-Syams ayat 9-10).
5. Orang yang selalu memelihara kemaluannya. Orang-orang inilah yang senantiasa lebih takut kepada Allah Ta’a dan menyadari adanya dua malaikat yang selalu menyertai dirinya. Ia menyalurkan syahwatnya kepada pasangan yang halal untuknya. Ia juga senantiasa mendahulukan akal sehatnya dibandingkan kecamuk hawa nafsunya. Karena itu, dia akan terhindar dari keluh kesah akibat penyesalan dari apa yang dilakukan tanpa menggunakan akal sehat.
Di atas semua itu, mereka selalu menyadari dan menjaga batasan-batasan yang diberikan Allah dan Rasul-Nya, walaupun mungkin di saat itu mereka belum memahami apa manfaat yang didapatkan. Sebagaimana mereka mematuhi apa yang Allah gariskan di ayat 31: “Maka barangsiapa yang mencari di luar itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
6. Orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang dipikulnya dan juga memelihara janji-janjinya.
Inilah orang-orang yang sadar betul bahwa apa pun yang dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala selama ini sejatinya adalah amanah yang kelak harus dipertanggung-jawabkan di Yaumul Mizan kelak. Amanah untuk meninggikan kalimat tauhid dan amanah untuk menegakkan Al-Quran dalam kehidupan. Amanah untuk menjadi wakil Allah dimuka bumi dan membuktikan janji kepada-Nya bahwa kita akan membuat semesta ini baik-baik saja.
Inilah titipan dan janji yang kerap kita lupakan, walau kita tahu amanah ini melekat sepanjang hayat dan banyak sekali yang harus kita pertanggungjawabkan.
7. Orang-orang yang memegang teguh syahadah atau kesaksiannya, meskipun ia tahu bahwa dengan itu, dia harus mengorbankan yang paling dicintai bahkan hidupnya. Mereka tahu betul konsekuensi dari kebenaran yang diketahuinya. Orang-orang inilah yang berani menjemput risiko diatas kebenaran dan janji yang dipegangnya. Karena itulah, orang-orang yang menjemput kematian demi berpegang teguh pada imannya disebut sebagai syuhada karena merekalah, orang-orang yang menepati persaksiannya atas keesan Allah Ta’ala. Juga, orang-orang yang memperjuangkan janjinya sebagai wakil Allah untuk selalu meninggikan kalimat-Nya.
8. Orang-orang yang memelihara shalatnya.
Sekali lagi, shalatlah yang akan menjaga seseorang dari gejolak neraka Ladzo yang mengerikan. Hanya dengan shalat berjamaah seseorang mengetahui bahwa ada orang di sisinya yang membutuhkan bantuan. Hanya dengan shalat seseorang meyakini adanya hari pembalasan dan betapa rapuhnya menghadapi adzab Allah Azza wa Jalla. Hanya dengan shalat seseorang dapat memelihara kemaluan dan menjaga diri dari perbuatan keji. Hanya dengan shalat seseorang akan ingat pada perjanjiannya dengan Allah Ta’ala dan shalat pula yang akan menjadi reminder seseorang untuk konsisten pada kesaksiannya.
Orang-orang yang mampu membuang sifat keluh kesah dan kekikiran inilah yang kemudian akan disambut oleh surga dengan penuh kebanggaan. Merekalah yang akan masuk ke dalam surga dengan wajah yang berseri-seri. Sebagaimana mereka hidup di dunia yang selalu berseri-seri karena berhasil membuang kebiasaan mengeluh, menyesali hidup, mengumpat, dan membebaskan diri dari beban pikiran akibat kekikiran pada harta benda. Insyaallah.