OLEH : PROF HAEDAR NASHIR
Surakarta, 18-20 November 2022. Organisasi Islam modern terbesar Muhammadiyah dan Aisyiyah menyelenggarakan Muktamar ke-48 sebagai perhelatan permusyawaratan nasional tertinggi. Dua hari terasa singkat. Tapi gemanya menggelora di Nusantara dan mancanegara. Muktamar “Kumpulan Pengabdi”, tulis Dahlan Iskan.
Muktamar alhamdulilah berlangsung tertib, lancar, bersih, damai, bersatu, dan menghasilkan keputusan-keputusan terbaik hasil musyawarah mufakat. Tiada kegaduhan. Pemandangannya syiar dan kegembiraan.
Dua lokasi Muktamar Edutorium dan Gedung Walidah Universitas Muhammadiyah Surakarta tampak megah hasil keringat sendiri, sebagai ikon kebanggaan Persyarikatan. Pembukaan muktamar di Stadion Manahan Solo sungguh elok nan elegan, yang menggambarkan keanggunan tradisi besar Muhammadiyah.
Lautan manusia dari seluruh penjuru negeriditambah perwakilan 28 negara hadir memadatkan kota Surakarta yang cuacanya bersahabat. Mereka para “Penggembira”, yang datang dengan rapih, bersih, terorganisasi, dan tidak kalah pentingnya berswadaya alias berdikari. Bawaannya riang ceria, meski ada kesulitan dan kelelahan. Penggembira berusia senior tetap semangat, kendati ada berkursi-roda.
Lautan manusia dari seluruh penjuru negeriditambah perwakilan 28 negara hadir memadatkan kota Surakarta yang cuacanya bersahabat.
Seorang nenek bernama Nurlina Tanjung datang sendirian dari Pematang Siantar, Sumatra Utara. Dengan bermodal uang dua juta rupiah, sang nenek naik bus umum ke Surakarta. Dia digembirakan panitia, menikmati pembukaan di tribun VIP Gate IV sektor 9 Stadion Manahan, setelah semalaman dicari Rektor UMS Prof Sofyan Anif. Ternyata kehadirannya ke muktamar sudah keempat kali setelah di Aceh tahun 1995, Jakarta 2000, dan Yogyakarta 2010.
Muktamar dibuka khidmat oleh Presiden RI Ir Joko Widodo didampingi Ibu Negara serta para tokoh dalam dan luar negeri. Penutupan oleh Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin. Di antara keputusan penting Muktamar Muhammadiyah ialah Risalah Islam Berkemajuan.
Muktamar Aisyiyah menghasilkan Risalah Perempuan Berkemajuan. Kedua produk muktamar tersebut membawa pesan mencerahkan. Laksana cahaya menerangi jagad raya. Cahaya dari Surakarta untuk memajukan Indonesia, mencerahkan semesta, serta membangun peradaban maju bermisi rahmatan li-‘alamin!
Agenda Strategis
Muhammadiyah dan Aisyiyah pasca Muktamar Surakarta memiliki tanggungjawab berat mewujudkan aspirasi, partisipasi, dan harapan besar warga persyarikatan lima tahun mendatang. Program, agenda, kebijakan, serta kegiatan harus lebih unggul-berkemajuan.
Pentinggerak transformasi yang dinamis dan progresif. Lebih-lebih menghadapi kehidupan sarat masalah, tantangan, dan dinamika yang kompleks di ranah lokal, nasional, dan global. Gerakan Islam ini mesti proaktif sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan yang membawa gerak Islam berkemajuan non politik partisan.
Muhammadiyah dan Aisyiyah pasca Muktamar Surakarta memiliki tanggungjawab berat mewujudkan aspirasi, partisipasi, dan harapan besar warga.
Di balik capaian kemajuan dan perkembangan positif Muhammadiyah yang banyak diapresiasi publik, terdapat agenda gerakan yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatianseluruh pimpinan terpilih.
Pertama,penguatan keberadaan dan peran Muhammadiyah dibasis umat dan masyarakatakar-rumput. Muhammadiyah akan semakin kuat dan masif bila memperkokoh posisi gerakannya di basis massa.
Kedua, peneguhan paham Islam dan ideologi Muhammadiyah, serta menggelorakan Islam berkemajuan. Para pimpinan Muhammadiyah agar berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak sejalan dengan paham Islam dan ideologi Muhammadiyah, serta tidak memakai pola pikir sendiri.
Ketiga,mengembangkan keunggulanamal usaha dan penguatan ekonomi secara lebih progresif. Diperlukan peta jalan pengembangan amal usaha dan program ekonomi yang unggul-berkemajuan dengan mengerahkan sumberdaya, dana, dan jaringan kuat.
Keempat, melakukan reformasi kaderisasi dan diaspora kader secara meluas di berbagai lingkungan kehidupan. Kaderisasi konvensional harusditinjau ulang, sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman untuk pendiasporaan kader secara luas di kancah nasional dan global. Jangan berpandangan negatif terhadap kader yang berada di eksekutif, partai politik, parlemen, birokrasi, profesi, bisnis, komisaris, dan berbagai tempat lainnya karena mereka ditempa melalui kaderisasi yang kokoh.
Kelima, digitalisasi sistem organisasi yang tersetruktur masif. Diperlukan proses pengalihan sistem informasi dari analog ke digital yang menggunakan teknologi informasi cangggih secara luas. Proses digitalisasi harus satu paket dengan gerakan literasi untuk mencerdaskan, memajukan, dan mencerahkan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.
Keenam, dakwah menyasar generasi milenial. Muhammadiyah menghadapi generasi baru yaitu generasi Y, generasi Z, dan Post-Z atau generasi Alpha yang menurut Sensus Penduduk Indonesia tahun 2020 jumlahnya 173,48 juta jiwa atau 64,69 persen dari total penduduk. Hadir di kalangan kaum muda belia ini merupakan tantangan tersendiri karena karakter psikososialnya yang khas.
Ketujuh, mengembangkan internasionlisasi Muhammadiyah yang dilembagakan melalui program-program unggulan atau center of excellent, termasuk publikasi pemikiran-pemikiran Muhammadiyah.
Diperlukan proses pengalihan sistem informasi dari analog ke digital yang menggunakan teknologi informasi cangggih secara luas.
Tantangan strategis Muhammadiyah ke depan sungguh makin kompleks. Semua menuntut pendayagunaan pemikiran, sumber daya manusia, usaha, dana, dan dayadukung lainnya secara optimal untuk membuka ruang gerakan baru secara lebih baik. Kunci penggeraknya kepemimpinan terpilih dari Pusat sampai Ranting yang lebih dinamis-progresif.
Kepemimpinan normatif-dogmatik tidaklah cukup, maka diperlukan kepemimpinan transformatif yang berpikiran maju, inklusif, dan berorientasi perubahan. Modal utamanya visi keislaman berbingkai pendekatan bayani, burhani, dan irfani yang luas dalam menghadapi dinamika baru persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan global!
Pemimpin Berkemajuan
Pascamuktamar, seluruh pimpinanan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang mengemban amanat dari pusat sampai bawah niscaya hadir menjadi “suluh pembaruan”, “suluh pencerahan”, dan “suluh kemajuan” sebagaimana terkandung dalam spirit Risalah Islam Berkemajuan serta Risalah Perempuan Berkemajuan yang dimandatkan Muktamar.
Para pimpinan tidak merasa berada di zoma aman dan nyaman, apalagi berperan minimal. Usaha mengagregasikan dan mengakselerasikan kemajuan mesti dilakukan secara well-organized.
Kepemimpinan kolektif-kolegial mesti diterjemahkan secara dinamis-progresif untuk menjadi energi kolektif dan sistemik bagi kemajuan Muhammadiyah ke depan. Langgam kepemimpinan dogmatis tempo dulu akan membuat Muhammadiyah ketinggalan kereta perubahan dan kemajuan.
Pemikiran para pimpinan penting diperbarui agar makin maju, inklusif, dinamis, dan berwawasan melintas batas. Berani membangun hubungan seluas mungkin dengan seluruh pihak secara elegan dan bermartabat.
Pemimpin gaya lama yang konvensional tidak memadai menghadapi gelombang baru perubahan, yang diperlukan kepemimpinan transformasif berwawasan luas dan bergerak sentrifugal.
Kepemimpinan kolektif-kolegial mesti diterjemahkan secara dinamis-progresif untuk menjadi energi kolektif dan sistemik bagi kemajuan Muhammadiyah.
Kyai Dahlan dalam Pidato tahun 1921 berjudul “Tali Pengikat Hidup”, menuntut adanya “Pemimpin Kemajuan Islam”. Pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang berakal dan bodoh, serta menjadikan “Agama bercahaya”.
Menurut pendiri Muhammadiyah itu, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama.”
Agama dalam Risalah Muhammad adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam.
Di sinilah tanggung jawab pemimpin berkemajuan untuk mendidik akal dan pikiran umat agar cerdas dan tidak bodoh, serta menjadikan Islam sebagai agama yang bercahaya atau mencerahkan. Amar makruf nahi munkar harus berperspektif luas, tidak hitam-putih, tidak subjektif, dan harus bebas dari partisan politik agar paham Islam dan wawasan kehidupan tidak menjadi sempit dan konservatif.
Letakkan amar makruf nahi munkar dalam koridor dakwah bil-hikmah, wal mauidhah hasanah, wajadilhum billaty hiya ahsan (QS An-Nahl: 125). Kritik terhadap keadaan niscaya, tetapi substansi dan caranya yang sejalan karakter dakwah dan kepribadian Muhammadiyah disertai keteladanan.
Karenanya para pimpinan terpilih dari Pusat sampai Ranting dan seluruh komponen Persyarikatan niscaya bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan amanat Muktamar. Perhatian para pimpinan dan mubaligh Muhammadiyah harus terfokus pada misi dakwah dan tajdid kemasyarakatan yang luas, mempersatukan umat di atas perbedaan, serta tidak terkuras isu-isu politik partisan.
Pupuk ukhuwah dengan sesama umat dan warga bangsa di tengah perbedaan. Sungguh banyak program dan agenda-agenda strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal untuk menjadi perhatian besar para pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Para pimpinan terpilih dari Pusat sampai Ranting dan seluruh komponen Persyarikatan niscaya bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan amanat Muktamar.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern terbesar dan tertua di Indonesia. Karakter, posisi, dan peran yang dijalankan Muhammdiyah-Aisyiyah di bawah kendali para pimpinannya niscaya menggambarkan kebesaran gerakan Islam dengan “tradisi besar” (great tradition).
Sebaliknya, tidak mencerminkan “tradisi kecil” (small tradition) yang menampakkan diri seolah minoritas di pinggiran. Geraknya meluas menggambarkan identitas kebesaran Muhammdiyah yang memiliki marwah, muru’ah, keterpercayaan, dan integritas diri yang selama ini melekat kuat. Ajak bersama semua komponen Indonesia sebagai pelaku dan bukan menjadi benalu dalam berbangsa-bernegara.
Dari Muktamar Surakarta 2022 itulah Muhammadiyah dan Aisyiyah harus memancarkan “Cahaya Kemajuan” yang mencerahkan kehidupandi tengah dunia baru sarat tantangan. Para pimpinan Muhammadiyah-Aisyiyah hadir menjadi role model wajah Islam berkemajuan, bukan sebaliknya.
Radius relasi kebangsaan dibuka luas melintas batas, tidak terperangkap pada sekat-sekat primordial puritan dan politik partisan. Bergeraklah sebagai “sang pencerah” dimulai dari diri sendiri (ibda binafsik) disertai kolaborasi inklusif dalam memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta di bumi nyata agar Islam tetap bercahaya berkilau-kilauan di era baru dunia abad ke-21!