Jakarta, Panjimas – Haedar Nashir tegaskan bahwa Muhammadiyah membuka dialog dengan seluruh kontestasi politik, namun akan tetap berpegang teguh pada khittah yang ada. Khittah tersebut menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan kendaraan politik, sekalipun memiliki massa yang besar. Ia berpesan kepada seluruh warga, kader, pimpinan, dan simpatisan Muhammadiyah untuk menjaga koridor ini.
“Silakan menarik simpati dari seluruh warga Muhammadiyah dengan cara yang baik, berakhlak mulia, dan tata krama politik yang baik. Tetapi jangan menarik-narik Muhammadiyah baik dari dalam maupun luar, supaya Muhammadiyah terbawa untuk ikut mendukung,” tegas Haedar dalam acara Indonesia Bicara yang diselenggarakan TVRI pada Kamis (24/11).
Haedar juga berpesan agar pesta demokrasi 2024 berjalan dengan cara-cara yang berkualitas. Hal ini penting sebagai jalan menjadikan Indonesia negara bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan berkemajuan. Semua kontestasi politik mesti menyadari bahwa pesta demokrasi tidak untuk membangun kekuasaan dirinya, melainkan kekuatan yang secara bersama-sama untuk memajukan Indonesia.
“Jadilah seperti lebah yang memakan makanan yang baik, mengeluarkan sesuatu yang baik, hinggap di tempat yang baik dan tidak pernah merusak. Kalau para elit bangsa kita yang akan berkontestasi politik menjadi lebah, insyaAllah akan menjadi negarawan dari pusat sampai bawah,” tutur Haedar.
Dalam upaya menciptakan pesta demokrasi yang damai dan berkualitas, Haedar optimis warga Muhammadiyah akan memberikan keteladanan yang baik. Pasalnya, warga Persyarikatan telah terbiasa dengan pendidikan politik baik melalui organisasi otonom seperti ‘Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, maupun lembaga pendidikan formal yang ada.
Selain itu, pimpinan Muhammadiyah selalu membuka dialog-dialog kebangsaan dengan ragam elit bangsa yang akan berkontestasi. Hal ini penting agar suasana politik tidak bersuhu panas, namun menghasilkan solusi-solusi konstruktif untuk bangsa dan negara. Karenanya, menciptakan dialog kebangsaan yang konstruktif-solutif itu lebih baik, daripada merawat luka-luka politik. Jangan sampai politik merusak tenun perdamaian, bangunan keindonesiaan, budaya gotong royong.
“Kalau itu komitmennya, maka siapapun yang menang tidak akan jumawa dan tidak membawa dendam politik. Begitu Pemilu selesai, sudah harus tutup buku, bersalam-salaman,” kata Haedar.
Sumber : muhammadiyah.or.id