Bogor, Panjimas — Kementerian Agama mendorong Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk segera menggelar kembali Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji.
Hal ini disampaikan Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Arsad Hidayat di Bogor, Senin (10/10/2022). Pesan ini disampaikan saat membuka Evaluasi Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji.
Giat ini mengangkat tema “Peningkatan Kualitas Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Bersertifikat”. Hadir, para Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi PTKIN Penyelenggara Serifikat Pembimbing Manasik Haji, perwakilan dari BRIN, Dosen, dan Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).
“Kami mendorong agar sertifikasi pembimbing manasik haji bisa terselenggara secara masif di seluruh wilayah tanah air. Mereka yang ingin menjadi petugas haji bisa segera ikut sertifikasi,” terang Arsad di Bogor, Senin (10/10/2022).
Menurutnya, Ditjen PHU sudah menjalin kerja sama dengan 20 PTKIN penyelenggara sertifikasi. Ada 16 Universitas Islam Negeri (UIN) dan empat Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Rinciannya, UIN Bandung, UIN Semarang, UIN Surabaya, UIN Sumatera Utara, UIN Mataram, UIN Banten, UIN Jakarta, UIN Makassar, UIN Padang, UIN Yogyakarta, UIN Palembang, UIN Aceh, UIN Banjarmasin, UIN Tulungagung, UIN Jambi, UIN Riau, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, IAIN Purwokerto, IAIN Kudus, dan IAIN Surakarta.
Arsad melihat ada dua hal yang perlu segera disikapi PTKIN dalam konteks penyelenggaraan sertifikasi pembimbing manasik haji. Pertama, pemerataan pembimbing manasik haji bersertifikat.
Saat ini, kata Arsad, keberadaan pembimbing manasik haji bersertifikat belum merata. Ada daerah yang jumlahnya banyak, dan ada yang masih sangat sedikit. “Bahkan, ada daerah yang belum memiliki pembimbing manasik haji bersertifikat,” paparnya.
Padahal, petugas haji, utamanya para pembimbing manasik, disyaratkan memiliki sertifikat pembimbing manasik haji. “Ini perlu segera ada solusinya. Kampus UIN dan IAIN penyelenggara sertifikasi juga mempunyai kewajiban dalam pemerataan pembimbing bersertifikat di seluruh provinsi,” sebut Arsad.
“Program sertifikasi reguler yang diselenggarakan PTKIN bisa membuka diri untuk peserta dari daerah yang masih minim. Sehingga pemerataan pembimbing bersertifikat bisa diwujudkan,” lanjutnya.
Hal kedua adalah adanya kecenderungan penurunan intensitas penyelenggaraan sertifikasi. Arsad melihat, dalam dua tahun masa pandemi, penyelenggaraan sertifikasi pembimbing manasik haji oleh UIN dan IAIN sangat menurun. Hal itu bisa jadi karena terdampak oleh pandemi. Proses sertifikasi secara daring juga tidak optimal.
“Saat ini sudah dimungkinkan UIN dan IAIN menggelar sertifikasi pembimbing manasik haji secara tatap muka. Ini bisa lebih efektif,” imbau Arsad.
Sertifikasi pembimbing manasik haji, kata Arsad, sangat penting. Selain terkait profesionalisme, sertifikasi juga ditujukan agar jemaah bisa mendapatkan bimbingan manasik yang sesuai ketentuan dan terstandar.
“Kita arahkan melalui sertifikasi bagaimana bisa membentuk pembimbing manasik haji yang moderat. Jemaah haji Indonesia banyak yang risti, baik umur maupun penyakit. ini perlu ada pola manasik yang lebih mengangkat tema kemudahan atau rukhshah dan pilihan-pilihan yang memberikan keleluasaan,” tandasnya.