Kata “wajib” bagi muslim adalah kategori hukum yang sangat penting bahkan berat. Dikerjakan berbuah pahala (reward) ditinggalkan berdosa dan bersanksi (punishment). Dalam makna yang umum “wajib” adalah keharusan atau sesuatu yang tidak boleh tidak. Fakta sebenarnya dari kasus penyiksaan dan pembunuhan 6 laskar FPI oleh aparat adalah wajib untuk dibuka karena selama ini nampaknya tertutup, terkesan rekayasa dan dilakukan proses peradilan pura-pura.
Wajibnya menguak fakta adalah tuntutan rakyat demi tegaknya keadilan dan kebenaran. Kasus Km 50 adalah kejahatan kemanusian (crime against humanity). Terbongkarnya kejahatan Duren tiga yang berskema mirip Km 50 mendasari kuatnya dorongan untuk membuka dan membongkar kembali kasus Km 50 yang saat itu ditangani dengan penuh rekayasa dan dalam peradilan sesat.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit di depan Komisi III DPR menyatakan kasus Km 50 dapat dibuka kembali jika ada bukti baru atau Novum. Menurutnya ia masih menunggu proses peradilan yang kini masih di tingkat kasasi. Terhadap proses peradilan ini tentu publik tidak bisa berharap banyak karena sejak awal juga sudah salah. Perlakuan kepada terdakwa dua anggota Polisi itu luar biasa sangat istimewa. Kasus yang jelas pembunuhan akan tetapi ternyata keduanya tidak ditahan dan bebas berkeliaran.
Demikian juga untuk Novum tidaklah perlu karena masalahnya adalah tidak tuntasnya penyidikan. Banyak bukti yang belum tergali atau disembunyikan. Dalam kasus Km 50 ini tidak perlu temuan bukti baru (Novum) bukti yang ada saja sengaja untuk tidak dibuka dan dituntaskan.
Sebagai contoh disembunyikan atau tidak dibukanya bukti-bukti yang ada, antara lain :
Pertama, terjadinya obstruction of justice melalui skenario “tembak menembak” dengan bukti palsu. Tampilan empat pejabat saat konperensi pers adalah fakta kebohongan. Siapa sebenarnya pengarang cerita itu ? Irjen Fadil Imran Kapolda Metro Jaya, Mayjen Dudung Abdurahman Pangdam Jaya, Brigjen Hendra Kurniawan Karo Paminal Propam Mabes Polri, atau Kombes Yusri Yunus Kabid Humas Polda Metro Jaya ? Atau ada pengarang lain di luar keempatnya yang terlibat ?
Kedua, mobil-mobil dengan penumpang yang masih tersembunyi. Mobil Land Cruiser hitam sebagai “mobil komando lapangan” dengan penumpang yang patut diminta pertanggung jawaban. Lalu dua mobil Avanza hitam B 2739 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJL.
Komnas HAM (yang diduga mengetahui) telah merekomendasi agar penumpang ketiga mobil tersebut diusut dan diproses hukum.
Ketiga, penghilangan dan perusakan alat bukti seperti CCTV, penghapusan rekaman HP, dan penghancuran rest area Km 50. Semua itu bukan saja obstruction of justice tetapi juga suatu kejahatan yang terancam pidana. Baik pelaku maupun penyuruh. Mudah sebenarnya untuk mengusut hal ini jika memang ada kemauan. Dan hal ini tidak perlu Novum karena sudah ada bukti yang terserak sejak dulu kala.
Keempat, bekas penganiayaan yang terlihat pada keenam jenazah. Penyembunyian yang diduga terjadi saat dilakukan otopsi (yang tanpa izin keluarga) adalah bukti yang mesti dibongkar kembali. Bukankah dakwaan JPU di pengadilan untuk terdakwa Fikri dan Yousman itu di samping pembunuhan (338 KUHP) juga penganiayaan yang menyebabkan kematian (351 ayat 3 KUHP) ? Dimana lokasi keenamnya dianiaya ?
Km 50 wajib diusut kembali apalagi dengan terbongkarnya kerja dari Satgassus Polri yang dikomandani Irjen Ferdy Sambo. Beberapa personal yang ditahan dalam kasus Duren Tiga seperti Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Handik Zusen ternyata berada juga di “ruang” Km 50.
Sekali lagi penting mendesak Presiden Jokowi agar segera menginstruksikan Kapolri untuk membuka kembali atau menuntaskan pengusutan kasus Km 50. Jangan biarkan misteri tetap melayang-layang. Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan. Hukumnya adalah wajib.
M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 25 Agustus 2022