Bismillahirrahmanirrahiim
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Surat Ali Imran ayat 102).
Saudaraku kaum mukminin, tugas kita sejatinya hanyalah mengokohkan iman, bersatu, dan berjuang. Kemudian menetapkan setiap gerak langkah dengan ats-tsabat yaitu istikamah dan konsisten. Surat At-Taubah ayat 25-26:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَواطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْها وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذلِكَ جَزاءُ الْكافِرِينَ (26)
“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir.”
Ayat ini menggambarkan apa yang terjadi saat perang Hunain berkecamuk. Titik sorot yang ada dalam ayat 25 adalah kaum muslimin yang ketika itu terserang sindrom berbangga karena jumlah banyak. Merasa sombong karena yakin jumlah yang banyak itu akan membawa pada kejayaan.
Kondisi ini terjadi pasca Fathul Makkah, di tahun 8 Hijrah. Saat itu, dakwah sedang marak-maraknya. Jumlah pasukan kaum muslimin ketika itu mencapai angka 12.000. Sepuluh ribu adalah pasukan gabungan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara yang 2.000 adalah pasukan asal Mekkah yang bergabung setelah penaklukan kota. Merasa diatas angin dengan jumlah 12.000 pasukan, saat itu bahkan ada yang berkata, “Kita tidak mungkin dikalahkan karena jumlah kita yang banyak.”
Di saat itulah cara berpikir kaum muslimin banyak yang berubah. Ketakutan dan harap cemas tidak lagi disandarkan pada Allah Swt, tetapi pada jumlah dan asumsi yang fana. Oleh karena itu, dalam ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa bisa saja, kaum muslimin merasa besar, tetapi sesungguhnya jumlah itu tidak ada maknanya untuk mengantarkan pada kemenangan.
Itu semua bermula dari kesombongan dan “merasa diri bisa” sehingga mengesampingkan pertolongan Allah Ta’ala. Padahal kemenangan dan pertolongan Allah –nashrullah– itu menyatunya kata nashr (pertolongan) dengan lafadz Allah. Maka, berapa pun jumlah dan senjata, bila Allah SWT tidak lagi menyatu dalam hati dan tujuan telah berpindah, kekalahan itu telah menghadang di depan mata.
Menjelang perang berkecamuk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang mempersiapkan persenjataan dan berbagai hal teknis yang diperlukan. Namun, dengan izin Allah, Dia menutupi kondisi hati umat Islam ketika itu pada Rasul. Seharusnya dengan persiapan matang dan jumlah pasukan yang lebih banyak tiga kali lipat; di atas kertas, kaum muslimin akan mendapatkan kemenangan dengan mudah. Bani Tsaqif dan Hawazin hanyalah dua bani yang memiliki 4000 pasukan. Namun, kebencian mereka terhadap kaum muslimin memang di atas rata-rata. Bisa dibilang, merekalah yang paling menginginkan kehancuran Islam.
Saat peperangan berkecamuk, saat takbir berkumandang, tetapi sandaran yang digunakan bukan lagi kepasrahan kepada Allah; maka disaat itulah 12.000 pasukan dengan 7000 pasukan elit pimpinan Khalid bin Walid di dalamnya, tak mampu menahan hujan panah yang dilancarkan oleh Bani Tsaqif dan Hawazin. Saat itulah bumi terasa sempit. Hati dicekam rasa takut dan cemas yang luar biasa. Kaum muslimin berlarian tunggang-langgang. Tak terhitung jumlah mereka yang harus menyerah pada kematian. Khalid bin Walid sendiri dalam keadaan terkena panah dan tak mampu berbuat apa-apa, selain tertelungkup di atas tunggangannya .
Inilah yang Rasulullah SAW khawatirkan dengan bersabda, “Yang aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Merasa menyembah Allah, tetapi sebenarnya menyembah suami, istri, anak, anak, jabatan, pujian, bahkan jumlah yang sejatinya bagai fatamorgana.
Tahukah Anda, bahwa Islam tidak akan bangkit, bila masih ada orang-orang dengan pikiran dan perasaan seperti ini? Islam tidak akan berjaya. Kita juga tidak akan pernah mendapati kaum muslimin menjadi orang-orang yang memperoleh kemenangan.
Namun, Allah SWT masih melindungi kaum muslimin. Melihat pasukan Islam kucar-kacir, Rasulullah SAW memanggil Abbas ra untuk memanggil para veteran Baiturridwan untuk kembali ke medan perang. Mempertahankan kalimat Allah hingga titik darah terakhir. Maka, tak sampai 100 orang berbalik kembali berperang mati-matian melawan Bani Tsaqif dan Hawadzin.
Merekalah orang-orang yang yakin bahwa Allah, Huwal muhyi wal mumiit; merekalah yang beriman dengan bersih dan bercahaya. Maka, serangan balik dari orang-orang yang telah berjanji setia pada Rasulullah SAW di Baiturridwan itulah yang mengandaskan harapan dan mematahkan serangan orang-orang kafir.
Allah SWT kemudian menurunkan rasa tenang dan sakinah kepada Rasulullah SAW dan orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang bersandar dan berharap kepada Allah. Karena itu, marilah kita pahami bahwa tugas kita sebenarnya hanyalah bersatu, berjuang dan memegang kuat komitmen. Selebihnya, biarlah Allah SWT yang mengurusnya. Sesungguhnya kita bergerak dalam kesetiaan karena Allah sesungguhnya tidak butuh kita. Allah-lah yang kemudian menurunkan ribuan malaikat yang tidak terlihat mata. Membantu kaum muslimin sehingga menjemput kemenangan. Di sinilah nyata bahwa sesungguhnya Allah akan menang dan tidak pernah terkalahkan.
Para pendiri bangsa dan negara ini, para ulama dan mujahid meyakini itu, hingga merekalah yang mewarisi tanah yang besar dan luas ini. Kalau kita beriman dan yakin bahwa pertolongan itu hanya dari Allah Ta’ala maka hati kita pun teguh dan lisan kita pun kokoh. Sama ketika Suraqah menempelkan pedang di leher Rasulullah maka lisan Rasululllah yang menjawab, “Allah” langsung membuat Suraqah bergetar karena rasa takut akan keagungan dan kebesaran Allah SWT.
Terkadang untuk menang, kita terlalu serakah. Sebenarnya musuh-musuh Allah itu adalah urusan Allah untuk bagaimana menyiksanya. Seringkali kita terlalu ingin berbuat baik, tetapi justru hawa nafsu yang mendominasi. Semoga perang Hunain ini bisa menjadi ibrah yang baik bagi kita. Bahwa, sejatinya kemenangan hanyalah milik Allah dan apa yang kita raih sebenarnya adalah milik-Nya yang diperkenankan untuk kita miliki.
Maka, bertakwalah. Ikutilah jejak Rasulullah SAW, ikuti syariatnya, dan jauhi nafsu dalam beribadah. Jangan ikuti bid’ah dan perbanyaklah shalawat kepadanya. Hanya dengan mengikutinya maka kita akan terselamatkan dari berbagai bahaya yang ada dalam hidup ini.