Mina, kota 5 hari. Kota yang hanya hidup 5 hari saja setiap tahunnya. Ketika para Hujjaj, tetamu Allah melakukan mabit di hari tarwiyah 8 Dzulhijjah. Kemudian dilanjutkan setelah wuquf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Pagi hari para dhuyufurrahman kembali tinggal di Mina untuk melakukan jumrah pada 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah bagi yang memilih Nafar Tsani.
Setelah itu, Mina kembali dalam hening. Sepi, bagaikan kota mati tak berpenduduk. Menyisakan tenda-tenda bisu yang merindu disinggahi kembali para tetamu-Nya.
Yang tersisa tinggal kenangan abadi menyejarah. Tersimpan apik dalam memori para tetamu yang berkesempatan menjadi bagian penduduk kota lima harinya.
Mina memang kota tua yang menyimpan sejarah. Ada banyak kisah abadi yang menyatu dengan kota ini. Kisah orang-orang pilihan. Para nabi dan rasul utama.
Kisah khalilullah Ibrahim, Hajar dan Ismail adalah satu di antara kisah fenomenal yang membumi di tanah Mina. Kisah keteladanan hamba-hamba Allah pilihan. Ada madrasah sabar, ada madrasah pasrah dan tawakal, ada madrasah totalitas dalam keta’atan, pengorbanan dan perjuangan meninggikan syariat-Nya.
Mina tempat yang menghimpun jutaan umat manusia dari berbagai penjuru dunia. Bagaikan rahim seorang ibu. Meluas saat mengandung seiring membesarnya janin. Begitulah Mina, selalu saja ada menyisakan tempat untuk hamba-hamba Ar-Rahman yang datang memenuhi panggilan-Nya. Dari Mina mereka belajar totalitas kepasrahan diri dan ketundukan pada-Nya.
Di Mina mereka dipandu menapaktilasi jejak manusia-manusia langit. Belajar kesabaran seperti sabarnya keluarga Ibrahim. Belajar kepasrahan seperti pasrah dan tawakalnya Hajar ditinggal seorang diri bersama bayi mungilnya Ismail karena patuh pada perintah-Nya. Belajar keshalihan Ismail menyambut perintah Ilahi kepada Sang ayah tuk menyembelihnya. Belajar ketundukan Ibarahim yang lulus menjalankan seluruh titah (ujian-Nya) pada dirinya.
Mina, kini saatnya kami meninggalkanmu. Seluruh rasa membuncah dalam jiwa. Ada rasa bahagia, sedih, khawatir bahkan sesal di dalam jiwa.
Bahagia karena kami tercatat menjadi penduduk kota lima harimu bersama para dhuyufurrahman dari berbagai negeri. Sedih karena kami harus meninggalkanmu sementara nilai sejarahmu belum habis kami pelajari apatah lagi diteladani. Sesal kami duhai Mina, mengapa waktu begitu cepat berlalu, sementara ibadah kami apa adanya. Kami pun khawatir, sekiranya engkau tak lagi berharap kami kunjungi.
Mina maafkan kekurangan kami. Mungkin kami tamu yang kurang menghargaimu. Nafsu angkara masih erat melekat dalam diri ini. Izinkan kami merengkuh spirit dan nilai perjuangan para manusia teladan. Menjadi bekal dan oleh-oleh kami di negeri kami. Semoga kami mampu mewujudkannya dalam kehidupan kami. Agar ingatan kami tak putus denganmu. Semoga Rabb pemilik tanahmu, kembali mengundang kami singgah di bumimu. Aamien yaa mujiebassaailien 🤲🤲🤲
Al-Faqir Im@nuddin Dja’far
Mina, 13 Dzulhijjah 1443 H. 10.50 WSA