SOLO (Panjimas.com) – Mantan aktivis 98 sekaligus pendiri Mega Bintang, Mudrick Setiawan Malkan Sangidoe melayangkan surat ke tiga petinggi institusi negara diantaranya Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (27/6/2022).
Surat tersebut berisi tentang sikap Mega Bintang terhadap penanganan kasus korupsi di Indonesia. Lahirnya Reformasi pada tahun 1998 disebutnya karena maraknya perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta otoriter yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru.
Perilaku KKN, menurut Aktivis sepuh tersebut menjadikan Indonesia mengalami krisis multi dimensi diantaranya krisis ekonomi, politik, kepercayaan, sampai pada krisis moral.
“Sebagaimana diketahui, bahwa dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,” terang Mudrick.
Menurutnya, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi tersebut didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu : 1) Kepastian hukum, 2) Keterbukaan, 3) Akuntabilitas, 4) Kepentingan umum, dan 5) Proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Seiring berjalannya waktu, perilaku korupsi tidak semakin berkurang apalagi hilang sama sekali, bahkan perilaku korupsi yang dilakukan oleh Oknum Pejabat saat ini semakin membudaya,” ujarnya.
Oleh karena itu, disampaikan Mudrick yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pembina Mega Bintang, atas nama Keluarga Besar Mega Bintang dan masyarakat Indonesia mengusulkan kepada pihak-pihak terkait untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Memberikan hukuman yang seberat beratnya untuk pelaku korupsi supaya ada efek jera bagi pelaku korupsi dan oknum pejabat yang berpotensi melakukan korupsi uang rakyat, sampai pada hukuman mati.
2. Menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang keberadaannya tidak dibawah Presiden.
3. Mengajak seluruh elemen masyarakat membentuk KPK-KPK independen di daerah-daerah yang bertugas menginventarisir Oknum Pejabat Korup dan Oknum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik di daerah maupun pusat, kemudian melaporkan kepada aparat yang berwenang dan mengawal pelaksanaan penegakan hukum bagi pelaku korupsi.
4. Pengedar Narkoba sudah banyak yang dihukum mati, sedangkan koruptor telah merugikan seluruh rakyat Indonesia.