Jakarta, Panjimas.com – Makanan para jamaah haji kerap menjadi salah satu masalah yang sering terjadi pada penyelenggaraan ibadah haji tiap tahunnya. Mengatasi masalah tersebut pihak Kementerian Agama (Kemenag) pun bersiap dan mencari solusi terhadap hal tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) yang meminta penggunaan produk lokal dalam sajian makanan kepada jamaah haji. Hal itu disampaikan kepada dua maskapai yang mengangkut jamaah haji, Garuda Airlines dan Saudi Arabia Airlines.
Senada dengan hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) PHU Hilman Latief saat melakukan Rapat Koordinasi Persiapan Bandara Embarkasi di Ruang Sidang Ditjen PHU Kantor Kemenag, beberapa waktu lalu mengatakan :
“Intinya, saya ingin mitra kita menggunakan produk Indonesia dalam rangka mendorong ekosistem ekonomi haji,” kata Hilman pada Ahad (15/5/2022).
Sebelumnya, ia juga menekankan pentingnya menggunakan produk lokal pada bahan makanan yang disajikan maskapai, saat jamaah haji dalam perjalanan menuju ke Tanah Suci.
Didampingi Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Saiful Mujab serta Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta Cecep Khairul Anwar, Hilman sempat melihat-lihat dan mencicipi contoh makanan (meal test) yang nantinya akan disajikan kepada jamaah di dalam pesawat.
“Kami akan terus mendorong produk lokal untuk kebutuhan makanan jemaah haji,” tandasnya.
Lebih lanjut Dirjen PHU itu kemudian juga menjelaskan bagaimana penyelenggaraan haji dan ibadah umrah di Indonesia dapat berkontribusi dalam penguatan ekonomi masyarakat.
“Pada kondisi normal setiap tahunnya, ada kisaran 230 ribu jamaah yang berangkat. Kemudian, ada 17 juta porsi makan, 100 ribu kamar yang dipakai, selama 40 hari, dengan dana sekitar 16-17 triliun, dan ini semua baru pada haji-nya saja,” urai Hilman Latief
Data ini diyakini Hilman akan sangat berdampak pada penguatan ekonomi masyarakat, terutama bagi para pengusaha yang bergerak di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dengan dana 17 triliun tersebut, ia mengajak setiap pihak untuk memikirkan dampaknya bagi masyarakat Indonesia, termasuk bagi UMKM dan pengusaha Indonesia.
“Misalkan saja, jika pengusaha atau UMKM kita dari sektor pertanian bisa melayani konsumsi 17 juta porsi jemaah, berapa banyak petani yang bisa ekspor-impor di situ,” tegasnya.