Jakarta, Panjimas.com – Kasus penembakan Dr Sunardi yang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu (9/3) pukul 21.15 WIB mendapatkan respon dan tanggapan dari banyak elemen masyarakat.
Banyak yang mengecam dan mengutuk aksi yang mengakibatkan nyawa dokter yang sering terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan itu meninggal dunia. Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF U), dan Front Persaudaraan Islam (FPI) mengecam kejadian tersebut.
Kecaman ini disampaikan Persaudaraan Alumni 212 dalam keterangan resminya terkait pernyataan sikap bersama yang ditandatangani Ketum PA 212 Slamet Ma’arif, Ketum GNPF U Yusuf M Martak, dan Ketum FPI Qurtubi Jaelani, tertanggal 11 Maret 2022.
“Mengecam pembunuhan di luar proses peradilan (Extra Judicial Killings) yang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror terhadap almarhum dr Sunardi,” jelas PA 212, GNPF U, dan FPI dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (12/3).
“Bahwa dr Sunardi yang tewas ditembak mati oleh Densus 88 Antiteror selama ini dikenal sebagai dokter yang memiliki kepedulian sosial tinggi, aktif dalam berbagai kegiatan kemanusiaan, pernah turun sebagai dokter pemerintah ketika konflik di Ambon, aktif mengirim bantuan saat gempa di Sumatera Barat dan tsunami Aceh, sering menggratiskan pasien yang berobat padanya serta produktif sebagai penulis mengenai kesehatan dan keislaman,” ujarnya.
PA 212, GNPF U, dan FPI merasa klaim pihak kepolisian yang menyatakan dr Sunardi mencoba melawan aparat tak masuk akal, karena kondisi fisik dr Sunardi yang lemah.
“Bahwa terdapat informasi yang menjelaskan bahwa dr Sunardi memiliki fisik lemah, kesulitan berjalan karena itu perlu dibantu tongkat dan berjalan perlahan, kemudian sulit untuk ruku dan sujud, karenanya dr Sunardi salat dengan dibantu tempat duduk,” urainya.
“Sehingga tidak masuk akal sehat bila memiliki kemampuan untuk melawan personel Densus 88 anti teror yang dilatih dan dipersenjatai sebagai penegak hukum dengan biaya dari negara,” tambahnya.
Menurut PA 212, GNPF U, dan FPI, memberantas tindakan terorisme adalah keharusan menurut hukum, namun wajib dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
“Terutama sekali sebagai penegak hukum wajib menjunjung asas praduga tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
PA 212, GNPF U, dan FPI mendesak Komnas HAM mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 terhadap dr Sunardi.
“Menuntut Komnas HAM untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM atas pembunuhan di luar proses pengadilan (Extra Judicial Killings) yang diduga dilakukan oleh Densus 88 Antiteror terhadap almarhum dr Sunardi,” pungkasnya.