Jakarta, Panjimas.com – Berapa waktu lalu Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakid menyampaikan lima ciri penceramah radikal. Adapun lima ciri-ciri itu adalah :
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.
Hal itu tentu saja membuat banyak pihak mempertanyakan pernyataan yang disampaikan oleh BNPT tersebut. Salah satunya adalah Wakil Ketua Umum (MUI) Buya Anwar Abbas yang mengkritik tentang penyebutan ciri penceramah radikal.
“Sekarang yang jadi pertanyaan adalah kalau ada orang-orang tertentu (di luar penceramah) yang mengajarkan anti Pancasila, radikal tidak? menurut saya dia radikal,” kata Buya Anwar Abbas dalam sebuah acara, Rabu (9/10/2022).
Dilain pihak Waketum MUI itu juga mempertanyakan, mengapa hanya kategori penceramah radikal tapi tidak dengan profesi lain seperti misalnya dosen.
“Pertanyaan berikutnya adalah kenapa yang disebut hanya penceramah, jadi diskriminatif ini. Mengapa hanya kok hanya penceramah?” tandasnya.
Secara rinci Anwar Abbas yang juga menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan bahwa ada tiga musuh yang dapat mengancam eksistensi negara.
“Adapun tiga musuh yang dimaksud adalah radikalisme-terorisme. Lalu, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, ketiga soal paham-paham yang tidak sesuai dengan pancasila,” pungkasnya