Jakarta, Panjimas.com – Pada 26 Februari 2022, bertepatan dengan 25 Rajab 1433 Hijriyah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) genap berumur 55 Tahun. Ini merupakan rahmat dan anugerah besar dari Allah SWT kepada keluarga besar Dewan Da’wah.
Puncak tasyakkur 55 Tahun DDII akan dipusatkan di Kota Padang, Sumatera Barat. Acara itu dirangkaikan dengan Rakornas DDII, pada 24-25 Februari 2022. Sejumlah tokoh dijadwalkan mengisi acara DDII di Padang itu: mulai Wapres KH Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, Dr. Hidayat Nur Wahid, H. Zulkifli Hasan, dan sejumlah tokoh lain. Ada satu seminar tentang NKRI, kerjasama antara DDII dengan MPR-RI.
Salah satu acara penting adalah peresmian rumah kelahiran Mohammad Natsir di Kota Solok, menjadi Cagar Budaya dan tempat Wisata Sejarah. Alhamdulillah, saya sudah mengunjungi tempat yang indah dan bersahaja ini. Meskipun itu bukan milik keluarga Pak Natsir, tetapi pemilik rumah itu sangat senang rumahnya dijadikan sebagai Cagar Budaya yang dikelola oleh Dewan Da’wah. Kini, secara bertahap, rumah itu mulai dilengkapi dengan buku-buku dan berbagai dokumentasi tentang Pak Natsir.
Insyaallah acara Tasyakkur 55 Tahun DDII di Padang itu akan diikuti oleh pengurus pusat dan seluruh pengurus DDII tingkat provinsi. Karena masih dalam situasi pandemi, maka setiap provinsi dijatah hanya mengirimkan dua orang delegasinya.
Pada 7-12 Februari lalu, secara bergiliran, masing-masing DDII Provinsi sudah melaporkan kegiatan mereka selama setahun sebelumnya. Alhamdulillah, menyimak laporan-laporan itu, tempak bahwa dalam umurnya yang ke-55 tahun, DDII telah menjadi satu organisasi Islam yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Adalah amat sangat patut disyukuri, bahwa dalam usianya yang ke-55, Dewan Da’wah masih tetap dapat melanjutkan aktivitas dakwah, sebagai aktivitas yang sangat mulia: “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal shaleh serta berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim”. (QS 41:33).
Cara bersyukur atas rahmat Allah adalah dengan menggunakan segenap potensi untuk melaksanakan ajaran-ajaran Allah SWT yang telah disampaikan dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Karena itu, segenap pimpinan Dewan Da’wah dari pusat sampai ke daerah, sepatutnya melakukan “muhasabah”. Kita perlu melakukan evaluasi perjalanan Dewan Da’wah selama 55 tahun lalu, sebagai bekal untuk menyusun langkah-langkah perjuangan menuju masa depan yang gemilang.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah lampau untuk hari depannya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr: 18).
Dewan Da’wah didirikan pada 26 Februari 1967 oleh para tokoh Islam dan sekaligus para tokoh bangsa yang dikenal memiliki reputasi nasional, bahkan internasional. Sekarang, setelah 55 tahun, kita melihat bagaimana kecerdasan dan kebijakan para tokoh itu, ketika mereka akhirnya memutuskan untuk mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Pendirian Dewan Da’wah bisa dikatakan hasil ijtihad yang sangat cerdas dan bijak dalam merespon tantangan dakwah ketika itu.
Ketika Partai Masyumi dilarang untuk dihidupkan kembali dan para tokoh Dewan Da’wah dilarang terjun ke politik kepartaian lagi, maka Pak Natsir dan para tokoh lainnya membuat keputusan yang cerdas dalam dakwah. Mereka menyikapi kebijakan pemerintah Orde Baru dengan “dingin” dan berwawasan jauh ke depan. Berbagai tantangan dakwah dihadapi dengan tenang dan bijak, melalui pendirian Dewan Da’wah dan melakukan aktivitas dakwah dalam bidang pendidikan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Sebab, laksana air, dakwah itu terus dibutuhkan oleh umat manusia. Para tokoh dakwah itu terus menjalankan da’wah ilallah dengan cara “al hikmah wal mau’idzatil hasanah dan al mujadalah billati hiya ahsan”.
Pendiri Dewan Da’wah, Mohammad Natsir, sebagai pemimpin Dewan Da’wah selama 26 tahun (1967-1993) telah meletakkan pondasi yang kuat dan menjadi model utama dalam menjalankan roda organisasi Dewan Da’wah. Kepemimpinan berikutnya dipimpin oleh Prof. HM Rasjidi, Dr. Anwar Harjono, KH Affandi Ridwan, HM Cholil Badawi, H. Hussein Umar, H. Syuhada Bahri, H. Mohammad Siddiq dan mulai tahun 2020: Ketua Pembina Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin dan Ketua Umum Dr. Adian Husaini.
Jadi, selama 55 tahun, perjalanan dakwah Dewan Da’wah telah meraih banyak kemajuan dalam bidang dakwah. Pada setiap pencapaian tentu muncul pula tantangan baru. Pengurus Dewan Da’wah dituntut untuk menetapkan tujuan dan target-target capaian dakwah yang tepat dan sekaligus bersikap adaptif dalam memberikan respon terhadap tantangan dakwah kontemporer. Keteladanan para pendiri dan pemimpin dakwah dalam mentradisikan musyawarah saat mengambil keputusan perlu dilanjutkan.
Selain itu, pendiri Dewan Da’wah, Mohammad Natsir menekankan pentingnya melaksanakan dakwah bil-hikmah, sebagaimana diperintahkan Allah SWT: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS an-Nahl (16): 125).
Dalam buku terkenalnya, Fiqhud Da’wah, pendiri Dewan Da’wah, Mohammad Natsir, membahas masalah “hikmah” sepanjang 83 halaman, dari 347 halaman bukunya. Mengutip pendapat Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar, M. Natsir menjelaskan makna hikmah sebagai berikut: “Ammal hikmatu fa-hiya fii kulli syai’in ma’rifatu sirrihi wa-faaidihi” (Adapun hikmah adalah memahamkan rahasia dan faedah tiap-tiap sesuatu).
M. Natsir kemudian menyimpulkan makna hikmah: “Hikmah, lebih dari semata-mata ilmu. Ia adalah ilmu yang sehat, yang sudah dicernakan; ilmu yang sudah berpadu dengan rasa periksa, sehingga menjadi daya penggerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, berguna. Kalau dibawa ke bidang da’wah: untuk melakukan sesuatu tindakan yang berguna dan efektif.”
Penjelasan M. Natsir tentang hikmah dalam dakwah ini sangat penting, sebab beliau adalah tokoh dakwah yang diakui oleh dunia internasional. Pak Natsir bukan sekedar akademisi atau pengajar mata kuliah ilmu dakwah. Tetapi, beliau sudah terjun dalam dunia dakwah sejak usia belia. Sejak duduk di bangku SMA di Bandung, Natsir muda sudah aktif dalam organisasi dakwah (Jong Islamieten Bond/JIB), dan berguru kepada guru-guru terbaik, seperti A. Hassan, Haji Agus Salim, dan Syekh Ahmad Soorkati. Inilah salah satu kunci sukses dakwah. Yakni, dakwah bil-hikmah.
Mohon doanya. Semoga milad ke-55 DDII dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan manfaat besar bagi kemajuan dakwah Islam di Indonesia. Aamiin.
Depok, 22 Februari 2022
Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)