Jakarta, Panjimas.com –Tradisi atau kebiasaan berwirausaha ternyata sudah lama ada didalam tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. Hal itu seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Dirinya mengatakan kalau sejak awal, para pimpinan Muhammadiyah di masa KH. Ahmad Dahlan sudah memiliki tradisi wirausaha.
“Pada awal Muhammadiyah berkembang ke seluruh tanah air juga hidup di pusat-pusat di mana cabang-cabangnya juga memiliki basis wirausaha yang sangat kuat sehingga Muhammadiyah mampu tersebar ke seluruh tanah air,” ujar Haedar saat meresmikan Pusat Gudang dan Dokumen Terpadu Suara Muhammadiyah, pada (20/2/2022).
Pada kesempatan itu, mengutip situs resmi Muhammadiyah, Haedar menjelaskan bahwa Suara Muhammadiyah telah membangun Pusat Gudang dan Dokumen terpadu yang representatif di lahan yang cukup luas dan bangunan yang bagus.
Pusat gudang dan dokumen terpadu ini merupakan bagian dari sarana dan pra-sarana Suara Muhammadiyah secara keseluruhan untuk mengembangkan berbagai macam kegiatan usaha sebagai bagian dari amal usaha Muhammadiyah (AUM).
“Dengan mengusung tema “Daulat Pangan, Berdikari di Negeri Sendiri” tentu Suara Muhammadiyah yang telah memiliki berbagai macam jenis usaha yang bersifat sosial sekaligus juga terus mengembangkan majalah Suara Muhammadiyah ingin menjadi bagian dari usaha Muhammadiyah membangun bangsa lewat kekuatan ekonomi,” tutur Haedar.
Sebagaimana diketahui bahwa Muhammadiyah telah merambah gerakan bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial selain secara khusus tentu membina keagamaan atau keislaman kaum muslimin lewat dakwah dan tajdidnya maka Haedar mengingatkan kembali satu usaha Muhammadiyah dari hasil Muktamar di Makassar yakni menggelorakan amal usaha di bidang ekonomi.
“Usaha dibidang ekonomi bagi Muhammadiyah sebenarnya merupakan langkah strategis baik bagi kepentingan gerakan maupun bagi kemajuan umat dan bangsa kita. Dalam konteks gerakan, Muhammadiyah sebagai gerakan islam sebenarnya sejak awal memiliki tradisi wirausaha,” tandasnya
Sementara dalam konteks ajaran agama Islam, jelasnya, tentu saja bahwa usaha di bidang ekonomi juga menjadi bagian dari etos Islam. Islam mengajarkan agar kita memiliki kekuatan tangan di atas dan jangan menjadi tangan di bawah.
Menurutnya perintah untuk zakat, infaq, sadaqah secara langsung meniscayakan setiap muslim untuk berkemampuan secara ekonomi. Sama halnya dengan perintah haji dengan syarat tertentu juga meniscayakan agar supaya bisa berhaji umat muslim harus berkemampuan.
Maka Haedar menegaskan bahwa etos Islam ini tidak hanya bisa terciptakan lewat teori semata. Menurutnya harus ada gerakan praktek untuk nyata berwirausaha, berniaga, berbisnis, dan segala usaha dibidang ekonomi yang produktif untuk meraih kepentingan kemasyarakatan membangun ekonomi lewat umat dan bangsa.
“Di Muhammadiyah pilar ekonomi itu menjadi sangat penting agar menjadi kita menjadi kuat dan mandiri,” pungkasnya.