JAKARTA, Panjimas.com – Untuk mengenang kepergian mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) di era Presiden Gus Dur, Yahya A Muhaimin, yang meninggal dunia pada Rabu, 9 Februari 2022 kemarin. Berikut ini cerita pengalaman Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kenangannya bersama Yahya A Muhaimin.
Tokoh Muhammadiyah itu wafat pada pukul 10.15 WIB di RS Geriatri Purwokerto, Jawa Tengah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan adalah salah satu tokoh yang turut berduka dengan wafatnya Yahya Muhaimin. Anies memiliki kenangan manis dengan Yahya saat keduanya berada di Amerika Serikat. Saat itu Anies masih kuliah S-2, sedangkan Yahya telah menjabat sebagai Atase pendidikan di Kedubes Indonesia di Washington DC.
“Anies, daripada kamu sendirian, bayar sewa, udah pindah aja ke sini; di atas ada kamar. Selalu kosong kok,” kata Yahya Muhaimin kepada Anies, seperti ia ceritakan melalui platform media sosialnya, dikutip Kamis, 10 Februari 2022.
Anies mengaku sedang menulis makalah pagi itu, saat Yahya menelpon meminta dirinya pindah dari apartemen dekat kampus University of Maryland ke rumahnya sebagai Atase Pendidikan di Washington DC.
“Beberapa kali beliau mengulang, sampai akhirnya saya pindah dan tinggal di lantai atas rumahnya di kawasan elite di Bethesda, Maryland,” kata Anies.
Setelah tinggal di rumah Yahya, Anies mengaku terus berdiskusi. Hampir tiap malam. Aktivitas itu terus dilakukan hingga Anies lulus program masternya.
“Saat akan meninggalkan Washington pun berangkatnya dari rumah Pak Yahya. Belajar banyak dari seorang cendikiawan yang amat baik hati itu,” kata dia.
Di lain waktu, suatu sore setelah pulang dari kampus, Anies mengaku melihat sebuah amplop di kotak surat. Tertulis nama pengirimnya Yahya Muhaimin. Saat amplop itu dibuka, isinya hanya uang 100 dollar dalam lipatan kertas HVS kosong. Tanpa tulisan apapun. “Hanya selembar uang,” kata Anies.
Hal itu terjadi saat Anies sudah menjalani program doktoral di Illinois. Ia sudah pindah daru rumah Yahya di Maryland. Jaraknya lebih dari 1100 Km.
“Langsung masuk apartemen dan telepon Pak Yahya. Beliau tertawa sambil bilang, “Saya kemarin ingat kamu, mungkin kamu lagi susah ya. Kuliah doktor itu berat apalagi kalau udah ada anak, selalu kekurangan biaya. Dulu waktu saya kuliah juga gitu.” Itu bukan cuma sekali tapi berkali-kali,” kata Anies.
Tiap beberapa waktu beliau selalu kirim amplop tanpa kata, berisi selembar uang 100 dolar. Uang itu bagi kami yang beasiswanya sangat pas-pasan, terasa luar biasa bernilai,” tambahnya.
Anies mengaku terakhir bertemu dengan Yahya pada April 2021 lalu saat dirinya mampir ke rumahnya di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah.
“Saat itu mendengar kabar bahwa beliau sedang kurang sehat. Kami ngobrol, cerita banyak hal. Fisiknya memang telah lebih lemah, tapi pancaran wajahnya tetap terang, wajah jernih seorang cendikiawan yang amat-amat alim,” kata dia.
“Kemarin beliau berpulang. Allah panggil pulang seorang yang amat mulia hatinya, amat teduh akhlaknya. Pribadi yang amat dalam komitmennya untuk memajukan umat. Beliau memang dosen di UGM di Jogja, tapi selama itu pula, selalu berkiprah memajukan pendidikan di kampung halamannya di Bumiayu.” lanjut Anies.
Anies menutup kenangannya tentang Yahya Muhaimin dengan doa. “Kami yakin, insyaallah, Allahyarham Pak Yahya dimuliakan di sisiNya, dialirkan tanpa henti pahala padanya lewat ilmu dan amal jariyahnya yang luar biasa banyaknya… Kami semua adalah saksinya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu.”
Sebagai informasi, Yahya Muhaimin adalah cendekiawan Muslim kelahiran 17 Mei 1943. Ia meraih gelar sarjana pada 1971 dari Universitas Gadjah Mada dan gelar doktor dari Massachusetts Institute of Technology pada 1982. Sebelum diangkat menjadi menteri, ia adalah dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Ia menikah dengan Choifah yang kini jadi ibu empat anaknya. Ia juga menjadi kolumnis untuk beberapa majalah dan surat kabar. Selain itu ia juga menulis buku Masalah-Masalah Pembangunan Politik (1977) dan Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia (1982, revisi), keduanya diterbitkan oleh Gadjah Mada Press.
Sebagai tokoh Muhammadiyah, Yahya Muhaimin pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah dan Anggota PP Muhammadiyah periode 2000-2005. Sehari-hari menjadi dosen dan guru besar serta pernah menjadi dekan di Fisipol UGM. Semasa muda ia aktif dan menjadi tokoh di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
“Beliau adalah guru dan tokoh kami yang rendah hati, bergaul dan ramah menyapa kepada kader muda Muhammadiyah. Beliau sosok intelektual teladan yang menunjukkan kata sejalan tindakan. Meski kritis tetap rendah hati dan tidak tampak aura arogansi dengan keilmuannya yang mumpuni,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Rabu (09/2/2022).