WADAS (Panjimas.com) – Konflik warga menolak kedatangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Selasa (8/2/2022) berbuntut panjang. Hingga kini warga yang diamankan masih belum dipulangkan oleh kepolisian. Hal itu disampaikan dalam bentuk siaran pers oleh Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) yang dikutip Panjimas.com, Rabu (9/2/2022).
Puluhan warga Desa Wadas termasuk anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan 13 anak dibawah umur turut ditahan di Polres Purworejo. Berikut kronologi pengepungan di Desa Wadas, Purworejo versi GEMPADEWA selengkapnya :
Penyerbuan ribuan aparat Kepolisian-TNI di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, masih berlangsung hingga saat ini, Rabu, 9 Februari 2022. Sejak pukul 08:00 WIB, mereka kembali melanjutkan penyisiran ke beberapa titik, seperti Masjid, Balaidesa, rumah-rumah, dan pos-pos penjagaan milik warga.
Sejak kemarin, rasa takut dan trauma tak henti-hentinya menghantui kehidupan warga Wadas. Puluhan anak, saudara, dan suami diangkut paksa tanpa alasan Polres Purworejo menambah kekhawatiran sanak keluarga yang menantikan kepulangan mereka. Banyak di antara warga yang suaminya digelandang ke Polres Purworejo harus mengurus anak balita sendirian. Sulitnya informasi tentang kondisi puluhan orang yang ditangkap itu makin memperkeruh kondisi psikologis warga.
Kondisi yang dialami warga saat ini, bukan hanya mengembalikan, melainkan memperdalam ingatan warga tentang kekerasan membabi-buta yang mereka alami pada 23 April 2021 silam. Patroli aparat kepolisian bersenjata lengkap di Wadas secara terus menerus sebanyak 16 kali pada kurun September-Oktober 2021 juga mengendapkan rasa trauma di benak warga.
Sejumlah aktivitas keseharian yang biasanya mereka lakukan mesti terhambat sama sekali. Alat pertanian, membuat besek, dan mencari rumput kemarin telah dirampas oleh aparat kepolisian. Besek-besek yang biasanya dianyam oleh Wadon terbengkalai; lahan-lahan tidak terurus; hewan-hewan ternak kelaparan. Penyerbuan itu telah merubah total kehidupan warga, terutama aktivitas ekonomi mereka.
Terganggunya aktivitas ekonomi warga tentu berdampak pada pemenuhan kebutuhan makan mereka. Saat ini, warga memanfaatkan pasokan logistik seadanya. Belum lagi, pengepungan
aparat kepolisian membuat warga tidak berani keluar desa untuk mencari bahan makanan. Jika tetap memaksa keluar, cecaran pertanyaan (interogasi) dan penangkapan mungkin akan terjadi kembali.
Selain mengancam kebutuhan logistik, pengepungan itu juga mengancam banyak anak-anak di Wadas. Gelak tawa anak yang sedang bermain tidak lagi terdengar di Desa Wadas. Begitu pula hak anak untuk mendapatkan pendidikan mesti terganggu. Rasa takut membuat anak-anak mengurungkan diri pergi ke sekolah.
Spanduk-spanduk yang mencerminkan perjuangan warga tidak luput dari sasaran aparat kepolisian. Sejak kemarin, aparat kepolisian sibuk merobek dan mencabut spanduk berisi tulisan dan gambar yang
bernada penolakan pertambangan di Wadas. Spanduk itu kemudian mereka bawa dan sebagian di antaranya mereka buang ke tepian jalan dan lahan warga.
Banyak warga yang merasa tidak aman apabila harus tinggal sendiri, memutuskan untuk berkumpul di Dusun Randuparang, sejak kemarin malam. Namun pagi hari ini, ratusan aparat kepolisian-TNI justru merangsek masuk ke dusun itu. Perasaan takut dan khawatir kembali menghantui warga. Banyak warga hanya berani mengintip dari jendela rumah untuk melihat situasi yang sedang terjadi.
Selain di Dusun Randuparang, aparat kepolisian-TNI juga memenuhi Dusun Winong. Persis seperti yang terjadi di Dusun Randuparang, warga di Winong juga hanya berani mengawasi aktivitas aparat kepolisian-TNI dari dalam rumah.
Meskipun ada warga yang menyaksikan langsung di luar rumah, namun jumlahnya dapat dihitung jari. Kekhawatiran terjadinya tindakan kekerasan dan penangkapan menjadi alasan warga memilih
untuk berada di dalam rumah.
Rasa takut tidak kemudian hilang meski mereka berdiam di dalam rumah. Ancaman peristiwa merangsengknya aparat kepolisian-TNI ke dalam rumah juga menghantui warga. Nahasnya, kekhawatiran itu kembali terwujud. Ratusan aparat kepolisian yang bergerak menyisir sejumlah dusun kembali memasuki rumah-rumah warga.
Aparat kepolisian merazia telepon seluler/handphone (hp) milik warga, tanpa alasan jelas dan seizin pemiliknya. Warga hanya mengetahui bahwa razia itu dilakukan untuk memeriksa pesan maupun aktivitas digital
pemiliknya.
Kondisi itu juga makin dipersulit dengan belum kunjung pulihnya sinyal internet di Wadas. Terhitung sejak hari Senin (7/02/2022), sinyal internet di Wadas mengalami penurunan kecepatan, bahkan hilang. Selain itu, semalaman, warga harus beraktivitas tanpa cahaya penerangan karena padamnya listrik di Wadas. Padahal, listrik di desa-desa sekitarnya tetap mengalir dengan lancar.
Hingga pukul 15:00 WIB, kondisi di Wadas masih mencekam. Ribuan aparat kepolisian berpakaian lengkap, menenteng senjata dan tameng masih berseliweran di Desa Wadas. Banyak warga hingga saat ini yang belum berani keluar rumah.
Tak ada yang bisa warga lakukan di tengah perasaan takut, persediaan makanan yang mulai menipis, lahan-lahan pertanian yang tak terawat, hewan-hewan ternak yang tak kunjung mendapat pakan, besek-besek yang terbengkalai, pohon-pohon aren yang belum disadap, serta ketidakpastian informasi tentang kondisi warga yang ditangkap.
Kurang lebih pukul 16:30 WIB, 60 warga (13 di antaranya anak-anak), 5 solidaritas, dan 1 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan 1 orang seniman yang ditahan di Polres Purworejo sudah berhasil kembali ke Desa Wadas berkat penanganan tim kuasa hukum dan tekanan dari sejumlah pihak, baik melalui media sosial maupun aksi solidaritas di berbagai titik.
Atas nama hak untuk hidup dengan aman tanpa kekerasan, kami, warga Wadas yang sejak awal konsisten untuk menjaga kelestarian alam dan menolak pertambangan batuan andesit di Desa Wadas, menuntut Gubernur Ganjar Pranowo dan Kapolda Jawa Tengah untuk :
1. Hentikan rencana pertambangan quarry di Desa Wadas.
2. Menarik aparat kepolisian dari Desa Wadas serta menghentikan kriminalisasi dan intimidasi aparat terhadap warga Wadas.
3.Usut tuntas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian di Desa Wadas.