SOLO (Panjimas.com) – Pakar Hukum yang menjadi narasumber dalam wawancaranya bersama Gigin Priginanto dalam kanal Bravos Radio Indonesia, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H turut menyayangkan penghilangan kanal Youtube Radio Bravos Indonesia.
Ia menyatakan bahwa cara tersebut tidak elegan dan tidak profesional dan semakin menunjukkan bahwa penguasa dalam posisi kepanikan.
“Saya menyebutnya penguasa karena wawancara dengan Bravos itu tidak berurusan dengan negara tapi dengan pribadi, siapapun di dalam perbincangan kalau sebagai pribadi boleh diperbincangkan ya. Dan itu kan juga ada referensinya artinya ada datanya,” tutur Dr. Taufiq kepada Panjimas.com, Ahad (16/1/2022).
Menurutnya Gigin Priginanto adalah wartawan senior yang pernah mewawancarai tokoh Palestina seperti Yasser Arafat dan sejumlah tokoh nasional. Dan topik yang diangkatnya menurutnya cukup jelas, namun secara tiba-tiba dibredel atau diberangus. Dr. Taufiq menjelaskan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan karena sudah tidak lagi menggunakan persyaratan yang disebut SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) termasuk radio dan sebagainya kalau itu disebut sebagai radio digital.
“Jadi ini lebih banyak karena mereka tidak punya akal sehat, kehilangan apa namanya intelektualitas main-main dengan cara kekuasaan. Kalau ini dibiarkan itu jelas melanggar, pelanggar kepastian hukum, seseorang salah mesti harus dibuktikan dulu,” jelasnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Ubedilah atau siapapun yang mendukung Ubed, tidak dapat disebut pelanggaran hukum karena belum pernah dibuktikan oleh KPK apakah keduanya ini bersalah atau tidak. Jika keduanya itu dibuktikan oleh pengadilan tidak bersalah, maka hal itu menjadi persoalan lain. Sedangkan yang bersangkutan belum dilakukan pemeriksaan.
“Tiba-tiba ada orang berkomentar, berwawancara kok bisa dibredel, itu dari sisi kepastian hukum,” katanya.
Ia menanggapi dari sisi ekonomi, ia menyebut bahwa kejadian tersebut adalah sebuah ketidakadilan ekonomi, karena bisnis yang tengah marak adalah bisnis digital.
“Nah ini radio digital, tiba-tiba dilakukan kejahatan. Satu, diambil akunnya, diambil frekuensinya kemudian diganti passwordnya, diambil alih emailnya, ini sebuah kejahatan dan itu tidak bisa diterima jadi ketidakadilan hukum, ketidakadilan ekonomi dipraktekkan dan kalau ini terjadi terus-menerus maka sinyalemen bahwa negara kita itu memang negara oligarki,” tuturnya.
Ia berharap kejadian tersebut terjadi hanya sekali saja dan tidak terjadi pada radio digital yang lain atau media online yang lain.
“Nggak bener, melanggar hukum, melanggar asas keadilan, keadilan hukum, keadilan ekonomi dan keadilan politik, karena kebebasan menyampaikan pendapat dan seterusnya itu kan dijamin Undang-undang,” pungkasnya.