JAKARTA, Panjimas.com – Terkait pemeriksaan dan ditahan nya Habib Bahar bin Smith oleh Polda Jawa Barat terkait penyampaian informasi yang disampaikan berkaitan dengan kasus peristiwa KM 50 dibenarkan oleh Tim TP3.
Adalah Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) yang menegaskan, bahwa Habib Bahar bin Smith (HBS) yang saat ini dijadikan tersangka dan ditahan atas perkara dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) terkait Tragedi KM50 sejatinya tidak benar.
Menurut TP3, justru HBS telah menyampaikan fakta peristiwa Tragedi KM50 yang sesungguhnya.
“HBS ditangkap bukan karena penyebaran berita bohong, namun HBS ditangkap justru karena penyampaian fakta yang sesungguhnya,” ungkap TP3 dalam pernyataan resminya, Selasa, 11 Januari 2022.
Menurut TP3, HBS ditangkap dan ditahan karena mengungkit kasus KM 50 yang telah diupayakan sedemikian rupa untuk ditutup dan dibungkam oleh penguasa, dengan berbagai cara dan rekayasa.
“Jika penegak hukum benar-benar ingin menegakkan hukum dan keadilan, maka yang harus diusut untuk dijadikan tersangka telah menyebarkan berita bohong justru para aparat itu sendiri, yaitu Polda Metro Jaya, Pangdam Jaya, Komnas HAM dan BIN,” ungkap TP3.
TP3 mengungkapkan, salah satu kebohongan yang perlu diusut adalah cerita Polda Metro Jaya yang kemudian digaungkan oleh Komnas HAM perihal pembunuhan terhadap para pengawal HRS di dalam mobil Xenia B 1519 UTI, di mana disebutkan mereka dibunuh karena berusaha merebut senjata petugas. Padahal setelah dilakukan rekonstruksi oleh TP3 atas dasar narasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, maka “cerita karangan sarat rekayasa busuk” tersebut tidak mungkin bisa dibenarkan.
“Kebohongan yang lain yang direkayasa aparat negara dan Komnas HAM adalah perihal rekayasa barang bukti yang diinsinuansikan bahwa barang bukti tersebut adalah milik korban pembunuhan,” lanjut TP3.
TP3 menegaskan, Buku Putih Perihal Pelanggaran HAM Berat atas Pembunuhan Enam Pengawal HRS yang mereka terbitkan merupakan hasil penelitian TP3 yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku yang merupakan bagian dari rangkaian ikhtiar TP3 mencari dan mengungkap kebenaran secara tertulis.
Buku tersebut, lanjut TP3, telah banyak membeberkan fakta dan analisis yang belum pernah dimuat media masa, terutama yang media mainstream. Temuan-temuan dan hasil kajian TP3 yang dipaparkan dalam buku tersebut dapat dijadikan dasar bagi penegak hukum yang imparsial untuk menuntaskan peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS.
Menurut TP3, janji Presiden untuk menangani perkara ini secara transparan, adil dan dapat diterima publik hanya mungkin jika Pengadilan HAM digelar sesuai dengan UU No 26 tahun 2000.
Bamun demikian, terlepas dari berbagai upaya rekayasa penguasa untuk menutupi (cover-up) kasus pembunuhan sadis di KM 50, TP3 mengaku bakan terus berjuang untuk memberi pemahaman dan kesadaran kepada publik dan instansi yang kompeten, baik dalam maupun luar negeri, bahwa apa yang dilakukan oleh aparat negara terhadap enam laskar pengawal HRS adalah benar-benar suatu pelanggaran HAM Berat (crime against humanity).