JAKARTA, Panjimas.com – Tidak banyak Ormas Islam yang berani dan terus konsisten terhadap kampanye bahaya rokok. Salah satunya adalah organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia yakni Muhammadiyah yang terus konsisten terhadap bahaya rokok.
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia yang telah mengeluarkan fatwa haramnya rokok. Meski demikian, Muhammadiyah tidaklah anti tembakau melainkan menginginkan agar dilakukan pengendalian terhadap tembakau.
Karena itu, dalam isu pengendalian tembakau, Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah H. Mohammad Agus Samsudin, menegaskan, Muhammadiyah konsiten terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan.
“Tarik menarik ekonomi-sosial menjadi topik menarik yang belum akan selesai, karena itu upaya pengendalian tembakau di Indonesia masih lemah,” ungkap Agus Samsuddin dalam Catatan Akhir Tahun “Refleksi Pengendalian Tembakau di Indonesia 2021” yang digelar Insitute for Social Development (IISD) bersama MPKU PP
Muhammadiyah di Aula Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (29/12/2021).
Adapun tiga langkah yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah adalah pembentukan Muhammadiyah Tobbaco Control Network (MTCN) sebagai wadah koordinasi nasional pengendalian tembakau, melakukan advokasi kebijakan kawasan dan advokasi kebijakan cukai rokok nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Agus mengajak semua pihak untuk secara konsisten dan serius mengawal Peraturan Pemerintah (PP) No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan
“Kalau jadi gerakan impact-nya akan menjadi lebih massif. Muhammadiyah konsisten dengan apa yang telah dulakukan, mari jadikan gerakan dan memperluas area MTCN,” ajaknya.
Pembina Indonesia Insitute for Social Development (IISD) Tien Sapartinah meminta agar negara bertanggung jawab dalam pengendalian tembakau. “Jadi pemerintah tidak boleh lepas tangggung jawab terhadap isu pengendalian tembakau ini,” kata Tien.
Tien mencontohkan, meskipun sama-sama berbahaya, rokok sebagai zat adiktif masih diperlakukan berbeda dengan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya).
“Kami pernah menganjurkan agar perlakuan terhadap tembakau ini disetarakan saja seperti bagaimana pemerintah mengendalikan masalah minuman keras (miras). Rokok elektrik yang nyata-nyata berisikan zat adiktif justru beredar lebih bebas dan menyasar generasi muda. Alasan klasik pemerintah rokok adalah produk legal sehingga boleh dijual secara bebas,” kata dia.
Penasihat IISD, dr. Sudibyo Markus, juga mengritik sikap inkonsistensi sejumlah pihak terkait iklan rokok. Merujuk pada RPJMN 2020-2024 dalam Perpres No. 18/2020 disebutkan bila iklan promosi dan sponsor rokok dilarang untuk menurunkan prevalensi merokok. Namun faktanya hingga kini hal itu belum juga dilaksanakan.
“Masih tarik ulur, termasuk kalangan media keberatan kalau iklan rokok dilarang,” kata Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah itu.