“MASIH BANYAK HAL KONTROVERSIAL,
ORMAS-ORMAS ISLAM MENGHIMBAU
AGAR DPR DAN PEMERINTAH MENUNDA PENGESAHAN RUU TP-KS”
JAKARTA, Panjimas.com – Sehubungan kontroversi dan kegaduhan akhir-akhir ini yang telah disebabkan keluarnya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang menggunakan paradigma sexual consent dan relasi gender, dan diikuti akan disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TP-KS) di DPR yang ternyata juga mengandung muatan paradigma yang sama.
Maka Majelis Ormas Islam (MOI) yang telah mengkaji dan mengawal RUU sejenis (RUU P-KS/RUU Penghapusan Kekerasan Seksual) pada periode 2014-2019 yang lalu, menyatakan sikapnya, sebagai berikut :
1. Menghimbau agar DPR melakukan uji publik atas Naskah Akademik (NA) yang baru dikeluarkan setelah RUU TP-KS, agar tidak terkesan terburu-buru dan seperti menggunakan logika jungkir-balik, dimana RUU dulu dikeluarkan baru NA disusulkan, serta agar menjadi koreksi internal DPR atas metode pembuatan RUU yang tidak sesuai tata aturan yang selama ini berlaku.
2. Menghimbau agar DPR menghilangkan seluruh paradigma sexual consent dalam draft RUU TP-KS dan kerangka berpikir feminist legal theory karena tidak sejalan dengan Pancasila, Agama, dan Budaya di Indonesia dan telah ditolak oleh banyak akademisi dan elemen masyarakat.
Hal ini terlihat dengan tetap dipertahankan diksi ‘kekerasan seksual’, ‘secara paksa’, ‘keinginan seksual’, ‘pemaksaan hubungan seksual’, dan ‘pemaksaan menggunakan alat kontrasepsi’, sebagaimana pasal 1, 4, 5, 6, 7, dan 8;
3. Menolak redaksi yang hanya membatasi pada perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) saja, padahal tidak semua perspektif HAM sejalan dengan perspektif Agama dan Pancasila, terutama pada bab kebebasan seksualitas, sebagaimana pasal 17 dan 21;
4. Mengingatkan DPR atas amanah Mahkamah Konstitusi atas Putusan Judicial Review KUHP Pasal 284, 285, dan 292 untuk mengisi kekosongan hukum (rechtvacuum) atas tindak pidana kejahatan seksual atau kejahatan kesusilaan.
Seharusnya DPR segera mensahkan RUU KUHP kekosongan ini segera terjawab, bukan dengan membuat RUU TP-KS yang justru membuat potensi hukum yang semakin kompleks dan potensi anggaran negara yang tidak sedikit.
5. Menghimbau Badan Legislatif dan Komisi III DPR-RI saling bekerjasama dalam penyelesaian RUU KUHP (amanah periode DPR-RI 2019) sebagai payung tindak pidana di Indonesia, dan agar seluruh aturan yang dimaksudkan bersifat khusus (lex specialis) menjadi sinkron dengan segala aturan yang ada;
6. Mengingatkan DPR bahwa RUU TP-KS ini berpotensi menjadi landasan hukum bagi kaum feminis radikal dalam mengembangkan ‘pendidikan seks yang aman’ menggunakan kondom dan sejenisnya kepada murid sejak usia dasar atau sering disebut sebagai Comprehensive Sexual Education (CSE) yang telah ditolak oleh banyak LSM di Barat, dimana generasi bangsa diarahkan untuk melihat kehalalan sebuah perzinahan tidak lagi dengan sudut pandang agama, tapi sekedar dilihat dari sisi ‘hubungan seksual yang sehat dan aman tanpa kekerasan dan ancaman.
7. Menghimbau agar istilah ‘kekerasan seksual’ yang kontroversial ini diganti dengan ‘kejahatan seksual’ agar sejalan dengan peristilahan hukum dalam KUHP seperti ‘kejahatan’ atau ‘kejahatan kesusilaan’, dan agar memberi solusi bagi kekosongan hukum (rechtvacuum) di Indonesia pada isu kejahatan seksual, dan agar solusi menjadi komprehensif dan tidak melahirkan persoalan baru;
8. Menghimbau DPR dan Pemerintah agar memasukkan norma Agama dalam RUU TP-KS dan melibatkan seluruh pakar agama yang mewakili seluruh ormas Islam dalam penyusunannya.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat. MOI akan mendukung seluruh upaya DPR RI dalam mencegah meluasnya seluruh tindak pidana yang terkait dengan kejahatan seksual di Indonesia selama sejalan dengan aturan agama dan Pancasila sebagai pandangan hidup negara.
Jakarta, 8 Desember 2021
PRESIDIUM MAJELIS ORMAS ISLAM (MOI)
KETUA : KH. NAZAR HARIS, MBA.
ANGGOTA MAJELIS ORMAS ISLAM (MOI)
1. PP Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
2. DPP Persatuan Umat Islam (PUI)
3. PB Mathla’ul Anwar
4. PP Al Ittihadiyah
5. PB Al Washliyah
6. PP Persatuan Islam (PERSIS)
7. DPP Syarikat Islam
8. PP Al Irsyad Al Islamiyah
9. PP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
10. PP Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI)
11. DPP Hidayatullah
12. DPP Wahdah Islamiyah
13. PP Ikatan Da’i Indonesia (IKADI)