JAKARTA, Panjimas.com – Berita terikat proses hukum kasus pembunuhan enam orang Laskar FPI disampaikan bahwa kasus tersebut akan dilakukan proses pengadilan di PN JakSel sebagai tempat pengadilan perkaranya.
Menangapi informasi tersebut dari pihak Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) menilai bahwa walau seakan-akan merupakan proses hukum acara pidana yang wajar, namun sebenarnya merupakan suatu upaya manipulasi untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya.
“Peristiwa yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa aparat negara yang terlibat dalam kejahatan telah melakukan “crime against humanity”, atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat,” kata Abdullah Hehamahua selaku Ketua TP3 dalam pernyataan tertulisnya pada, (8/10/2021).
Dengan adanya rencana persidangan tersebut, TP3 menilai ada upaya dari pemilik otoritas untuk memuaskan tuntutan keadilan masyarakat atas kasus ini.
“Padahal yang terjadi justru rezim sedang berusaha melindungi dan menutupi pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Inilah yang dimasud oleh Buku Putih TP3 sebagai “operation cover up”, jelas Abdullah.
TP3 menilai, pembunuhan yang menurut UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan prinsip-prinsip keadilan yang berlaku, seharusnya diproses melalui Pengadilan HAM.
“Terlihat jelas sedang direkayasa sedemikian rupa, sehingga kejahatan kemanusiaan yang sistematik dan brutal tersebut hanya dikategorikan sebagai kejahatan biasa, dan diproses oleh PN Jakarta Selatan,” ungkap Abdullah.
Hal ini, kata dia, merupakan bukti bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari rencana sistematis, upaya cover-up, menutup-nutupi kejahatan sebenarnya, paska pembunuhan sadis dan melawan hukum (extrajudicial killing).
Bertolak dari fakta bahwa ternyata tersangka pada perkara pembunuhan tidak ada yang ditahan, bagi TP3 dan pemilik akal sehat, sudah merupakan bukti tersendiri bahwa perkara ini adalah perkara yang direkayasa atau difabrikasi seperti halnya sebuah sinetron atau drama misteri.
Sementara itu, hasil penelitian dan kajian dari TP3, berupa Buku Putih, melahirkan arahan yang jelas bahwa telah terjadi pelanggaran HAM Berat.
Selain itu, TP3 menuntut Presiden Jokowi konsisten dengan pernyataan dan janji yang pernah diikrarkan saat audiensi dengan TP3 pada 9 Maret 2021 di Istana Negara. Presiden Jokowi mengatakan akan siap menerima temuan dan hasil kajian TP3 dan berjanji bahwa Pemerintah akan menuntaskan kasus pembunuhan tanpa prikemanusian tersebut secara adil, transparan dan dapat diterima publik.
“Ternyata, setelah temuan dan kajian diserahkan kepada Pemerintah, Presiden Jokowi tampak tidak berkenan menindaklanjuti. TP3 menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap konsisten, bertanggungjawab terhadap komitmen penuntasan, dan tidak hipokrit, lain kata dengan perbuatan,” pungkasnya