JAKARTA, Panjimas.com – Perilaku menyimpang berupa pelecehan seksual yang mengguncang dunia dalam berapa hari terakhir ini terjadi di Prancis, tepatnya di Gereja Katolik Prancis. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Komisi independen penyelidik pelecehan kepolisian Prancis.
Setelah sebelumnya Gereja Katolik Roma yang terguncang akibat skandal pelecehan seksual, kini publik dikejutkan dengan skandal pelecehan seksual terbaru yang terjadi di gereja katolik Prancis.
Seperti yang dilansir oleh komisi kepolisian Prancis mempublikasikan hasil temuannya setelah melakukan penyelidikan selama sekitar 2,5 tahun setelah kurang lebih penyelidikan tuduhan pelecehan seksual dimulai dari sejak tahun 1950.
“Kami memperkirakan jumlah para Pedofil itu mencapai 3.000 dari 115.000 imam dan pejabat agama. Seperti kembali ke tahun 1950 an,” ujar kepala komisi Jean-Marc Sauve seperti yang dilansir oleh Reuters pada, (4/10/2021).
Sauve mengatakan pembentukan komisi tersebut merupakan batu loncatan penting untuk mengatasi sisi rahasia dan mengerikan dari masyarakat yang kemudian dikerjakan dalam laporan 32 bulan.
“Kami banyak bekerja dengan para korban, dan kami tidak mendelegasikan tugas mendengarkan semua korban ke laboratorium penelitian. Tentu saja, laboratorium penelitian melakukan beberapa audiensi, tetapi kami melakukan sejumlah besar audiensi sendiri,” ujar Sauve, dikutip dari CNN.
Beberapa dari ribuan korban yang diidentifikasi dibina ke organisasi yang memberikan dukungan hukum, medis, dan psikologis.
“Saya mengalami musim neraka,” kata Christian Dubreuil, seorang korban yang dilecehkan ketika dia berusia 11 tahun, bersaksi di depan komisi.
“Saya harap Anda dapat mengeluarkan mereka dari sindrom isolasi semacam ini, kebutaan,” kata Dubreuil tentang Gereja Katolik Prancis.
Seorang juru bicara yang mewakili Konferensi Wali Gereja Katolik Prancis menolak mengomentari pernyataan Sauve.
Seorang juru bicara Vatikan mengatakan akan menunggu laporan lengkap diterbitkan sebelum memutuskan apakah akan berkomentar.
Pada bulan Juni, Paus Fransiskus mengatakan krisis pelecehan seksual Gereja Katolik adalah “malapetaka” di seluruh dunia.
Gereja Katolik Prancis mengunggah doa di akun Twitter resminya pada hari Minggu atas nama para korban, dan mereka juga akan mengadakan doa pada 5 Oktober atau bertepatan pada hari penerbitan laporan tersebut.
“Ya Tuhan – kami mempercayakan kepada Anda semua yang telah menjadi korban kekerasan dan serangan seksual di Gereja. Kami berdoa agar kami selalu dapat mengandalkan dukungan dan bantuan Anda selama cobaan berat ini,” tulisnya di akun Twitter-nya.
Sejak pemilihannya pada tahun 2013, Paus Fransiskus telah mengambil serangkaian langkah yang bertujuan untuk menghapus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh para pastor.
Pada tahun 2019, Paus mengeluarkan dekrit penting yang membuat para uskup bertanggung jawab langsung atas pelecehan seksual atau menutupinya, yang mengharuskan para pastor untuk melaporkan kasus apa pun kepada atasan gereja dan mengizinkan siapa pun untuk mengeluh langsung ke Vatikan jika diperlukan.
Tahun ini, Paus mengeluarkan revisi paling ekstensif terhadap undang-undang Gereja Katolik dalam empat dekade, bersikeras bahwa para uskup mengambil tindakan terhadap pastor yang melecehkan anak di bawah umur dan orang dewasa yang rentan. Kritikus mengatakan dia belum melakukan cukup banyak.
Gereja Prancis, yang mengalami penurunan jumlah umat dalam beberapa tahun terakhir, mengatakan pada bulan Maret akan mengajukan kompensasi finansial kepada mereka yang menjadi korban pelecehan.
Bulan lalu, Uskup Agung Katolik Roma dari Cologne memutuskan untuk mengambil waktu istirahat spiritual dari tugasnya setelah melakukan kesalahan besar dalam krisis pelecehan seksual oleh pastor.
Sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu di Inggris mengatakan Gereja Katolik menerima lebih dari 900 pengaduan yang melibatkan lebih dari 3.000 kasus pelecehan seks anak di Inggris dan Wales antara tahun 1970 dan 2015, dan ada lebih dari 100 laporan yang dilaporkan setahun sejak 2016.