JAKARTA, Panjimas.com -Sekjen MUI Amirsyah Tambunan memberikan apresiasi atas temuan PPATK tentang dugaan transaksi keuangan terkait jual beli narkoba senilai lebih dari Rp 120 triliun adalah informasi yang sangat berharga bagi seluruh komponen bangsa terkait siapa dibalik pemilik rekening rekening jumbo yang dicurigai sebagai pengedar narkotika tersebut.
Amirsyah meminta mengusut tuntas siapa aktor sekaligus pelakunya. Oleh karena itu mendorong BNN dan POLRI secara profesional melakukan penyidikan tindak pidana narkotika yang dilapori oleh PPATK.
“Sebagai negara hukum aparat penegak hukum wajib menindak lanjuti untuk menyelidiki dan mengungkap fakta dan memberikan sanksi efek jera terhadap pemilik rekeningnya dan dari mana sumbernya,” ujar Sekjen MUI itu.
Hal ini mulai terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR, Rabu (29/9/2021). Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyatakan bahwa PPATK mengamati dan mengawasi adanya transaksi keuangan terhadap jual beli narkotika, karena PPATK serius terhadap transaksi keuangan berasal dari jual beli narkotika. PPATK sudah “mengumumkan” beberapa temuan ada temuan yang Rp 1,7 triliun, ada yang Rp 3,6 triliun, Rp 6,7 triliun, Rp 12 triliun. Secara keseluruhan lebih dari Rp 120-an triliun.
Atas informasi tersebut BNN dan POLRI yang menerima informasi tersebut telah langsung bertindak dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan Tindak PIdana Pencucian Uang hasil kejahatan narkotika secara tersendiri tanpa menunggu tindak pidana narkotikanya terungkap lebih dulu.
Amirsyah merasa prihatin dengan semakin banyaknya penyalahgunaan narkoba di mana Indonesia merupakan darurat Narkoba.
UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur tentang tindak pidana narkotika dan tindak pidana pencucian uang berasal dari tindak pidana narkotika sebagai bagian yang tidak terpisahkan, mengatur bahwa salah satu alat bukti tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang diatur dalam pasal 86.
Oleh karena itu tindak pidana pencucian uang dapat disidik, dituntut dan diadili tanpa menunggu tindak pidana narkotikanya, sehingga laporan Kepala PPATK dapat langsung diselidiki, disidik untuk menemukan tersangkanya dan dibawa ke pengadilan melalui penuntut umum.
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda setiap orang yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana narkotika. Sedangkan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan bukan berasal dari tindak pidana narkotika.
Kepastian Hukum
Pasal terkait aset hasil kejahatan narkotika perlu di revisi karena dirampas untuk negara agar digunakan untuk kepentingan; pertama, pelaksanan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan; kedua, upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Namun faktanya penegakan hukum belum sepenuhnya berdasarkan ketentuan UU narkotika tersebut, dari segi pendanaan upaya P4GN dan upaya rehabilitasi. sungguh pun sudah diantisipasi melalui pasal 101 (3) UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Namun ironinya, perampasan aset tidak banyak dilakukan, dan uang hasil perampasan aset berasal dari tindak pidana juga tidak dimanfaatkan langsung untuk kepentingan upaya P4GN dan upaya rehabilitasi. Artinya penyalahgunaan bagaikan lingkaran setan dari hulu ke hilir yang sulit di putus mata rantainya.