JAKARTA, Panjimas.com – Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan, ada 100 tokoh Indonesia dari unsur pimpinan organisasi/lembaga masyarakat dan tokoh perorangan, bertemu secara virtual tanggal 18 Augustus 2021.
Menurutnya, pertemuan tersebut membahas langkah-langkah tepat dan cepat sebagai solusi menyelamatkan negeri dari pandemi (Covid-19).
Hadir pada pertemuan tersebut antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Ketua Umum PP Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) Usamah Hisyam, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Muhammad Jusuf Kalla, dan Ketua Umum PP Syarikat Islam Hamdan Zoelva.
Ikhtisar pokok-pokok pemikiran 100 tokoh tersebut disampaikan dalam konferensi pres yang dipimpin Din Syamsuddin secara daring Rabu (22/9/21).
Selain Din, hadir juga beberapa ketua ormas dan tokoh Islam termasuk intelektual Azumardi Azra dan dan Pimpinan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor KH Hasan Abdullah Sahal.
Berikut adalah isi lengkap pernyataan sikap yang diberi judul “Ikhtisar Pokok-Pokok Pemikiran 100 Tokoh Bangsa Selamatkan Negeri dari Pandemi” yang dibacakan oleh Nurhayati Djamas:
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Seratus tokoh bangsa, yang terdiri dari para pimpinan organisasi/lembaga masyarakat dan tokoh perorangan, bertemu secara virtual pada 18 Agustus 2021 yang lalu guna membahas langkah-langkah tepat dan cepat sebagai solusi menyelamatkan negeri dari pandemi (Covid-19).
Pokok-pokok pikiran tersebut ingin disampaikan langsung kepada pemerintah/residen, namun belum berjawab. Dalam kurun waktu satu bulan ada yang telah dilaksanakan oleh pemerintah tapi masih banyak yang belum dan perlu dilaksanakan.
Berikut Ikhtisar Pokok-Pokok Pikiran dimaksud:
1. Menyampaikan perhargaan kepada Pemerintah atas segala upaya dalam menanggulangi pandemi Covid-19 yang menunjukkan banyak perkembangan dan kemajuan. Hal ini ditunjukkan oleh mulai menurunnya jumlah rakyat yang menjadi korban, baik terinfeksi virus maupun meninggal dunia.
2. Memesankan kepada pemerintah agar jangan cepat berbangga diri dan apa lagi lengah karena Pandemi Covid-19 masih mengancam (terakhir angka harian rakyat yang terinfeksi Covid-19 masih di atas 3.000 orang, dan korban yang meninggalkan pun masih ada. Gelombang ketiga dengan varian baru masih menimpa beberapa negara, dan Indonesia tidak mustahil tidak terkena.
3. Menilai hasil vaksinasi cukup tinggi tapi hal demikian tidak serta merta menciptakan “kekebalan kelompok” (herd immunity). Yang terjadi baru “herd vaccination” yang itu pun belum menjangkau mayoritas atau seluruh warga masyarakat.
Selain itu, vaksinasi masih menimbulkan kontroversi khususnya mengenai jenis vaksin yang diberikan (Sinovac) tidak diakui di banyak negara sehingga menghalangi warga negara untuk berpergian, termasuk umat Islam yang mau menunaikan ibadah umroh ke Tanah Suci.
4. Memesankan kepada Pemerintah untuk tidak bersikap ambigu (ragu-ragu, tapi lebih bersungguh-sungguh meletakkan penanggulangan Covid-19 sebagai prioritas utama, bukan pemberian stimulus ekonomi.
Begitu pula, mengingatkan segenap pejabat Pemerintah untuk menunjukkan keteladanan dalam menegakkan Protokol Kesehatan, khususnya menghindari kerumunan.
Akibat rendahnya keteladanan rakyat menjadi abai terhadap wasiat pejabat. Ketaksungguhan Pemerintah juga ditunjukkan oleh rendahnya alokasi anggaran bidang kesehatan dibandingkan dengan anggaran yang dialokasikan untuk stimulus ekonomi.
Rakyat harus menanggung biaya test Antigen dan Swab PCR yang mahal, padahal pelaksanaan tracing, testing, treatment (pelacakan, pengujian, pengobatan) adalah kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah.
5. Mengingatkan Pemerintah untuk menyadari dampak-dampak bawaan dari pandemi Covid-19 ke dalam bidang-bidang ekonomi, pendidikan, dan kehidupan beragama. Pengabaian dampak-dampak itu potensial membawa kerusakan serius dalam kehidupan bangsa:
(a). Pandemi Covid-19 memang membawa dampak besar dan berat dalam perekonomian nasional. Namun, penanggulangan masalah harus terfokus pada penyanggahan UMKM dan sektor informal dari keruntuhah karena tenaga kerja lebih banyak pada sektor ini.
Perhatian lebih kepada BUMN dan usaha besar, serta tenaga kerja Asing, di tengah masa pandemi selain tidak mewujudkan kesejahteraan rakyat, juga menciptakan masalah psikologis tentang ketidakadilan dan diskriminasi.
(b). Dalam bidang pendidikan, pengajaran jarak jauh (PJJ) selama hampir dua tahun di semua jenjang pendidikan telah menimbulkan “hilangnya pengajaran” (learning lost) yang potensial mengakibatkan “hilangnya generasi” (generation lost).
Masalah ini harus segera diatasi dengan antara lain menyediakan dana kedaruratan (contigency fund) guna mendukung sekolah dan siswa/mahasiswa untuk belajar dalam jaringan (online), membantu dan memfasilitasinguru/dosen melaksanakan kewajibannya, dan menyiapkan sekolah/perguruan tinggi untuk menanggulangi kerusakan yang telah terjadi (damage control), serta menguatkan sistem managemen belajar (learning management system) di lembaga-lembaga pendidikan.
(c). Dalam bidang sosial dan keagamaan, pandemi Covid-19 telah membawa dampak serius antara lain mengendurnya kohesi sosial akibat terjadinya “pemecahan belahan masyarakat”, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketidakadilan hukum terkait pelanggaran protokol kesehatan, diskriminasi pelayanan antara tenaga kerja Asing dan rakyat sendiri, pemaksaan pemberlakuan hasil test kesehatan untuk perjalanan dan lainnya, atau perbedaan kentara antara pencegahan kerumunan di rumah-rumah peribadatan dan pusat-pusat keramaaian/perdagangan merupakan hal-hal yang menimbulkan “kecemburuan sosial” yang menggerus kohesi sosial.
6. Khusus dalam bidang keagamaan, pembatasan sosial di tempat-tempat ibadat dengan larangan penunaian ibadat di dalamnya telah membawa dampak sistemik terhadap timbulnya permisivisme keagamaan di sementara umat beragama. Hal demikian, pada muaranya, dapat membawa peremehan dan pendangkalan pengamalan ajaran-ajaran agama, sehingga bangsa kehilangan modal budaya besar untuk bangkit dan maju.
7. Memesankan Pemerintah, dalam melanjutkan upaya penanggulangan Pandemi Covid-19 untuk memperhatikan faktor-faktor strategis penting, antara lain:
(a). Menggalang kekuatan masyarakat madani dengan melibatkan dan bekerja sama dengan organisasi/lembaga masyarakat sebagai subyek perubahan. Pemerintah tidak arif merasa bisa mengatasi masalah sendiri tanpa melibatkan masyarakat. Kekuatan filantropi dalam masyarakat madani merupakan modal besar yang dapat dimanfaatkan bagi penanggulangan pandemi.
(b). Mendayagunakan teknologi informatika (information technology atau IT) dengan memanfaatkan kemampuan para profesional di tubuh bangsa dan perguruan tinggi, sehingga keputusan Pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19 berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pendekatan Pemerintah berdasarkan data dan fakta (data driven).
8. Atas dasar semua itu, saatnya Pemerintah dengan mengajak semua elemen masyarakat madani menyiapkan Masa Pasca Pandemi atau The New Normal Life dengan mengandalkan kekuatan sendiri, tanpa terlalu tergantung pada luar negeri.
Semoga Allah SWT membebaskan bangsa Indonesia dari marabahaya dan malapetaka.
22 September 2021