JAKARTA, Panjimas – Trik manipulasi kebohongan dengan bermodalkan mengirimkan karangan bunga yang cukup banyak dan dikirimkan ke satu tempat tujuan ternyata masih dipakai untuk satu tujuan kepentingan politik.
Setidaknya hal itulah yang terjadi pad beberapa hari ini di halaman Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, yang dibanjiri karangan bunga dukungan terhadap dua partai, PSI dan PDIP yang menginisiasi hak interpelasi terhadap Gubernur DKI, Anies Baswedan.
Adapun karangan-karangan bunga itu tidak jelas dari mana datangnya. Begitu juga dengan pengirimnya yang aneh-aneh. Berdatangan ke halaman Gedung DPRD DKI Jakarta sejak Kamis, 2 September kemarin.
Publik pun sudah menduga dan seperti biasa seperti yang selama ini terjadi, kaum pendukung rezimlah yang selama ini ramai bermain karangan bunga untuk menunjukkan eksistensi mereka.
Yang menarik adalah, di antara pendukung PSI dan PDIP itu, ada yang menamakan diri sebagai pengagum Harun Masiku dan sahabat Jualiari Batubara.
Adapun pesan dalam karangan bunga itu berbunyi; “Pecinta Koruptor Bansos Indonesia (PKBI) Mengucapkan Bravo PDIP &PSI TTD Sahabat Juliari Batubara Indonesia.”
“Mendukung penuh PSI dan PDIP dari Kami Harun Masiku Fans Club”.
Sebagai informasi, Harun Masiku adalah seorang politisi PDIP yang menjadi tersangka suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Harun telah resmi menjadi buronan internasional, terhitung sejak 30 Juli 2021 lalu.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Harun sebagai tersangka pemberi suap pada Januari 2020 lalu. Suap diberikan agar Wahyu memudahkan langkah politikus PDIP itu bisa melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR jalur PAW.
Sedangkan Juliari Batubara adalah mantan Menteri Sosial Kabinet Jokowi II. Wakil Bendahara Umum PDIP itu divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan 12 tahun penjara setelah terbukti korupsi pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19.
Jaksa menuduh Juliari ikut menikmati uang suap Bansos Covid-19 hingga Rp32.482.000.000.
Selain dihukum selama 12 tahun penjara, Juliari juga menerima hukuman denda Rp500 juta dan pencabutan hak politik selama empat tahun.
Mantan Menteri Sosial itu juga dikenai pidana tambahan membayar uang pengganti sejumlah Rp14,5 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana dirampas untuk menutupi kerugian keuangan negara.