SOLO (Panjimas.com) – Gerah dengan adanya grafiti bernuansa kritik sosial di Solo, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka meminta kepada kepolisian untuk mengusut siapa yang membuat grafiti tersebut. Informasi yang beredar, sejumlah grafitis tersebut sudah dihapus oleh. Hal itu diungkapkan Gibran sebagaimana dilansir cnnindonesia.com.
“Saya juga belum tahu siapa pelakunya. Biarin dulu saja. Ya yang nyari bukan saya. Biar dari pihak Polres,” kata Gibran di Balai Kota Solo, Selasa (24/8).
Salah satu grafiti bernuansa kritik, berada di jalan Kusumoyudan, Stabelan, Banjarsari bertuliskan ‘Orang miskin dilarang sakit’. Grafiti tersebut kemudian dihapus oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan dalih melaksanakan amanat Peraturan Daerah (Perda).
Pembuat grafiti sudah ditangkap dan diberi sanksi. Menurut Perda, seharusnya pelaku vandalisme diberis sanksi 3 bulan kurungan atau denda maksimal Rp 50 juta. Namun dalam praktiknya, Satpol PP hanya menjatuhkan sanksi administrasi karena pelaku masih di bawah umur.
“Kita lakukan panggil orang tua dan sekolahnya, mereka kita suruh menghapus untuk pembinaan,” katanya.
Dengan kejadian penindakan terhadap aksi mural atau grafiti tersebut, pakar hukum Muhammad Taufiq turut berkomentar dari sisi hukum. Menurutnya perintah Wali Kota Gibran untuk mempolisikan pelaku mural dan grafiti, disebut Dr. Taufiq bahwa Gibran tidak paham hukum.
“Pertama harus bisa dibedakan dulu antara mural dan grafiti, kalau mural itu biasanya adalah dalam bentuk protes protes sosial, maka lebih banyak mengungkapkan dengan kata-kata. Dan itu sudah ada di zaman Belanda maupun di zaman jepang misalnya ‘Merdeka atau mati, aku lapar tuhan’ itu sudah ada,” ujar Dr. Taufiq, Rabu (25/8/2021).
Dikatakan Dr. Taufiq bahwa tindakan penghapusan tersebut melanggar pasal 170 tentang perusakan, jika di dalam seni dinamakan vandalisme, karena grafiti maupun mural itu menurutnya sebuah karya seni.
“Yang tidak boleh itu kalau saya ngecat rumahnya Gibran tanpa izin itu, tapi kalau di tempat-tempat umum dan orang memperbolehkan itu tidak bisa dipidana juga kita lihat di Jakarta di bawah tol misalnya nggak jauh-jauh deh, Manahan juga ada mural itu di bawah flyover Manahan, jadi saya pikir apa yang dibilang itu dia tidak paham hukum, dia terlalu kecil sebagai walikota dan tidak pernah belajar hukum,” pungkasnya.