JAKARTA, Panjimas – Adanya pandangan yang menilai kemenangan pejuang Taliban di Afghanistan akan menghidupkan kembali semangat radikalisme di Indonesia adalah bentuk kepanikan baru dan paranoid seseorang.
Demikian ungkap Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi, M.A., dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 21 Agustus 2021.
“Semua pihak harus menerima dan berlapang dada untuk menerima bahwa kemenangan Taliban adalah bagian dari hasil perjuangan panjang dan penuh pengorbanan rakyat Afghanistan untuk mengusir kekuatan asing dan anteknya dari wilayah Afghanistan,” kata Kiai Muhyiddin.
Menurutnya, konflik horizontal yang berkepanjangan dan memakan korban besar tidak bisa dipisahkan dari perilaku tidak terpuji dan tidak manusiawi dari kekuatan asing di negara tersebut.
“Kita sadar bahwa kekuatan asing punya keunggulan memframing setiap perlawanan rakyat sebagai bentuk radikalisme dan terorisme,” ungkap Kiai yang bersama Wapres Jusuf Kalla pada Juli 2019 lalu turut menerima dan berdiskusi dengan para pimpinan Taliban yang berkunjung ke Jakarta itu.
Mantan Waketum MUI ini mengingatkan, para pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu juga mendapatkan label atau tuduhan negatif dari para penjajah dan sekutu lokal mereka.
Terkait sikap-sikap Taliban, Kiai Muhyiddin menegaskan, wajah Taliban saat ini berbeda dengan Taliban saat berkuasa pada 1996-2001 silam. Saat itu, lanjut dia, mereka tak punya pengalaman untuk mengendalikan negara karena umumnya adalah para pejuang lapangan yang minim pengalaman di pemerintahan. Sebagian waktu mereka dihabiskan di medan laga dengan segala keterbatasan.
“Taliban dengan paradigma baru berjanji akan membentuk pemerintahan inklusif, multi etnis, moderat dan penghargaan terhadap hak kaum wanita,” ungkap Kiai Muhyiddin.
Ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah itu menyarankan, seyogyanya para tokoh memberikan pernyataan yang meneduhkan, tidak tendensius dan terukur sehingga tidak membingungkan publik atau menimbulkan kegaduhan baru yang kontra produktif.
Ia menilai, selama dua dekade para pemimpin Taliban dan mujahidin di lapangan sudah banyak melakukan pertemuan dengan pemimpin dunia, termasuk masukan yang disampaikan oleh para pemimpin Indonesia. Masukan konstruktif tersebut menurutnya diakomodir dengan baik.