JAKARTA, Panjimas – Di tengah ketidakpastian hidup masyarakat akibat pandemic covid-19 yang berkepanjangan, tiba-tiba saja BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) yang dibentuk Presiden Jokowi dan diketuai Megawati Soekarnoputri membuat lomba karya tulis dengan dua tema utama; hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya menurut hukum Islam.
Kontan saja pengumuman lomba yang tersebar luas itu mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Tokoh masyarakat Tionghoa dan aktivis Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma, bahkan menilai lomba itu berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
“Lomba dengan dua tema yang khusus dikaitkan dengan Islam itu menunjukkan BPIP tidak sensitive dan tidak peka terhadap situasi kejiawaan masyarakat kita yang sedang dilanda pandemi covid-19 sekarang ini,” katanya.
Menurut Lieus, lomba tersebut bukan saja tidak relevan dengan situasi saat ini, tapi juga sangat memojokkan Islam seolah-olah umat Islamlah yang paling bermasalah dengan Pancasila.
“Padahal negeri ini lahir dan diproklamasikan kemerdekaannya atas jasa dan perjuangan tokoh-tokoh Islam di samping juga oleh tokoh-tokoh yang beragama lainnya,” kata Lieus.
Seharusnya, tambah Lieus, kalau mau adil dan memang berittikad untuk mempersatukan bangsa, tema lomba itu tak hanya mengaitkannya dengan hukum Islam, tapi juga dengan hukum agama lain yang diakui di Indonesia seperti Buddha, Hindu, Kristen maupun Konghuchu.
“Dengan demikian tidak muncul kesan lomba ini memang dimaksudkan untuk mendiskreditkan Islam. Tapi sebetulnya itu juga tidak perlu. Untuk apa? Sudah 75 tahun kita merdeka dan selama ini tidak ada masalah mengenai hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya itu,” ujarnya.
Lieus menyebut, ia sungguh tidak habis pikir bagaimana ide lomba seperti ini bisa muncul dari lembaga sekelas BPIP yang dihuni oleh tokoh-tokoh kaliber nasional dan bergaji sangat besar itu.
“Saya jadi ingin tau siapa sesungguhnya pencetus ide lomba ini dan apa tujuan dari lomba tersebut. Sungguh sangat disayangkan lomba seperti itu bisa lahir dari orang-orang yang gajinya setara dengan Direktur BUMN itu,” katanya.
Ditegaskan Lieus, saat ini sangat tidak relevan mempertentangkan Pancasila dengan Islam atau memperhadap-hadapkan Nasionalisme dengan agama. “Republik Indonesia ini sudah 76 tahun merdeka. Dan kemerdekaan itu diperjuangkan dan diraih atas kerjasama semua orang tanpa membedakan ideologi politik maupun agamanya. Kenapa sekarang mesti diungkit-ungkit lagi? Seolah tak ada hal lebih penting yang harus dikerjakan bangsa ini,” tegasnya.
Mestinya, kata Lieus, akan lebih baik kalau para anggota BPIP yang bergaji besar itu ikut membantu Presiden dengan mencarikan solusi bagi mengatasi kesulitan rakyat akibat pandemic covid-19. “Kalau itu dilakukan, barulah BPIP terasa manfaatnya untuk rakyat,” jelas Lieus.