SOLO (Panjimas.com) – Anak bungsu Akidi Tio Heriyanti pelaku donasi abal-abal senilai 2 triliun rupiah akhirnya dilakukan tes kejiwaan oleh psikolog Polda Sumatera Selatan (Sumsel). Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi dalam tayangan video di kanal Youtube Kompas TV, Jum’at (6/8/2021).
Meski demikian, dirinya meminta semua pihak untuk bersabar menunggu karena tes psikologis tidak bisa langsung keluar.
“Yang kedua kita juga meminta bantuan kepada psikolog yang ada di Jakarta, terkait tambahan-tambahan, khususnya terkait psikologis,” kata Supriyadi.
Setelah dilakukan tes kejiwaan, kemudian akan dilakukan pemeriksaan selanjutnya kepada Heriyanti terkait kasus sumbangan Rp 2 triliun yang sempat menggemparkan jagad maya dan masyarakat Indonesia tersebut.
Mengenai pemeriksaan atau tes kejiwaan tersebut, pakar hukum yang menjadi Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI), Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H berkomentar bahwa menurutnya hal itu tidak fair dibandingkan dengan kasus-kasus yang telah sering terjadi yang berujung pidana.
“Menurut saya itu tidak fair. Oleh karena itu bagi anda siapapun juris yang sedang terkena kasus kliennya. Tolong ini dijadikan bukti baru apa itu sebagai novum bahwa siapapun yang menyebar hoax tidak perlu dipidana,” katanya kepada Panjimas.com, Selasa (10/8/2021).
Sebagai contoh yang ia ungkapkan, jika sebelumnya terjadi dilakukan oleh oleh Ratna Sarumpaet dan tim penasehat hukumnya yang berakhir dengan pemidanaan karena dianggap penyebar hoax ketika dia seolah-olah menjadi korban pengeroyokan.
“Nah faktuallnya telah terjadi di Sumsel ini, jadi tidak semudah seperti yang dibilang oleh Kapolda cukup diperiksa dan tidak bisa dipidana nggak cukup kalau memang tidak bisa dipidana, semua kasus hoax menjadikan ini sebagai novum,” Ujarnya.
Atau menjadi bukti baru bahwa undang-undang Nomor 1 tahun 1946 pasal 14 dan 15 tentang menyebarkan kabar bohong atau berita bohong, bunyi pasal diatas sebagai berikut.
(1) Setiap Orang dengan sengaja menyebarluaskan informasi atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat yang dilakukan melalui sarana Informasi Elektronik, Informasi Elektronik, dan/atau dokumen elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi elektronik yang berisi pemberitahuan yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia patut menyangka bahwa hal itu dapat menimbulkan keonaran di masyarakat, yang dilakukan melalui sarana Informasi Elektronik, Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah).
“Bisa tidak berlaku dengan menjadikan contoh kasus di Sumsel. silakan nikmati bagi kalian yang sedang terkena kasus atau terpidana,” pungkasnya.