YOGYAKARTA (Panjimas.com) – Allahummaghfir lahu wa’aafihi wa’fu ‘anhu (Semoga Allah mengampuni dan mengasihaninya dan memaafkannya dan memaafkannya). Begitulah iringan do’a yang terus terucap atas meninggalnya Ustadz Muhammad Fanni Rahman. Namanya begitu harum sebagai pendakwah khususnya di Yogyakarta sekitarnya. Hari ini akan dimakamkan di sekitar Pesantren Masyarakat Merapi Merbabu, Magelang, Senin (2/8/2021).
Da’i kondang yang menjadi sahabat almarhum Abah Fanni sapaan akrabnya, Ustadz Abdul Somad, Lc,.MA. F. atau UAS turut merasa kehilangan. Hal itu diungkapkannya melalui twitternya @UAS_AbdulSomad pada pukul 07.08. UAS mengenang sikap tawadhu’ atau kerendahan hati Abah Fanni.
“Kami bertemu di Masjid Jogokariyan Jogjakarta. Sejak itu, setiap kali aku ke Jogja, kami selalu bersua. Aku merasa ia lebih ‘alim, lebih wara’, tapi saat aku datang, ia selalu menjatuhkan dirinya di hadapan murid-muridnya, ia memposisikan diri jadi MC dan moderator,” tweetnya.
“Saat membacakan al-Fatihah tadi, terasa perih di pangkal hidung, menyesak di dada. Mengapa dia punya tempat di hatiku. Setelah ku caru-cari, setidaknya ada tiga alasan: Pertama, dia tidak sombong,” sambungnya.
UAS mengibaratkan berapa banyak kebaikan orang seperti jejak telapak kaki di tepi pantai, hilang dihempas ombak. Kebaikan terhapus karena kesombongan. Yang menjadi alasan keduanya, Abah Fanni dikenalnya sebagai pribadi yang tidak kasar. UAS menjelaskan bahwa terkadang, 99 kebaikan seseorang terhapus karena 1 sikap kasarnya.
UAS melanjutkan kenangannya bersama Abah Fanni yang menjadi alasan ketiganya adalah Abah Fanni seorang yang berbagi hadiah. Pengalamannya tersebut dialami UAS saat landing di Jogja menuju Solo, ia sempat mampir di restoran Ustadz Salim A Fillah di tengah sawah nan hijau.
“Aku tanya-tanya tentang gula batu dalam minuman khas. Tak lama setelah itu, sekotak Wedang Uwuh sudah tiba di Pekanbaru. Hatiku tertawan karena budi. Saat menuliskan ini selepas Shubuh, ku lihat dia tersenyum. Senyum lepas dari huru-hara dunia. Dia tinggalkan jejak-jejak da’wah di Jogjakarta, Maluku Utara, Kaki Gunung Merbabu, yang mesti ditapaki sebagai bukti bahwa kasih sayang bertapak di hati.” kenang UAS