SOLO (Panjimas.com) – Video anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta sedang berkaraoke ria tersebar di berbagai media sosial. Video tersebut akhirnya menjadi sorotan publik karena karaoke dilakukan di sebuah ruang komisi DPRD Kota Solo pada Selasa, 13 Juli 2021 saat berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19.
Diketahui bahwa acara tersebut diadakan untuk merayakan ulang tahun Roro Indradi Sarwo Indah yang merupakan aggota DPRD dari Fraksi PDIP pada waktu itu di ruang Komisi 2.
Meski aktivitas tersebut tak dipermasalahkan dari segi kode etik karena berlangsung di luar jam kerja. Seperti terlihat dalam video tersebut alat yang digunakan adalah mikrofon yang biasa digunakan saat rapat. Lebih jelasnya yang digunakannya adalah alat inventaris. Hal itu dikatakan Ketua FPDIP DPRD Solo, YF Sukasno sebagaimana dilansir detik.com, Selasa (27/7/2021).
“Itu kan sudah selesai jam kantor, acara syukuran makan-makan biasa. Cuma pakai sound dan mikrofon rapat itu, tidak kedengaran sampai ruang lain,” katanya.
Advokat senior Kota Solo yang pernah menjabat sebagai Anggota Dewan selama dua periode Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H turut bersuara atas beredarnya video tersebut. Dr. Taufiq menjelaskan bahwa tugas anggota DPRD Kota maupun Kabupaten, sesuai dengan undang-undang otonomi disebutkan ada tiga, yang pertama membuat rancangan peraturan daerah bersama Walikota atau Bupati, yang kedua membahas rancangan peraturan daerah dan kemudian menetapkan, yang ketiga mengawasi pelaksanaan peraturan daerah serta penggunaan anggaran belanja dan pendapatan daerah atau disingkat APBD.
“Jadi apapun yang mereka lakukan di gedung dewan itu kalau membaca tiga hal tadi, sumber keuangannya adalah dari DPRD,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Dr. Taufiq mengatakan bahwa tidak selayaknya ya mereka melakukan hal demikian di ruang kerja DPRD meskipun mereka telah menyatakan bahwa hal itu berlangsung dilingkup terbatas.
“Tapi itu mengindikasikan mereka tidak tahu tiga fungsi tersebut, yang kedua mereka tidak punya empati dan yang ketiga sudah pasti mereka itu mati rasa. Kalau mereka kumpul-kumpul, ngumpulin uang diserahkan kepada korban Covid korban PHK atas mereka mengumpulkan sebagian gaji saweran diberikan kepada korban PPKN atau PSBB itu baru jempolan,” ujar Dr. Taufiq.
Menurut mantan anggota dewan dua periode tahun 1992-1997 dan 1997-1999 tersebut mengatakan sangat tidak etis dan hal itu bukan merupakan sebuah kerja anggota dewan serta yang memalukan aktivitas mereka di dalam dewan itu ditanggung oleh APBD. Terlebih saat berlangsungnya PPKM Darurat dimana sebagian mengalami dampak atas kebijakan tersebut, selain itu juga menggunakan peralatan inventaris yang dibelanjakan dari uang rakyat.