JAKARTA, Panjimas – Ditengah isu perang vaksin yang ada di dunia saat ini posisi Indonesia dinilai banyak kalangan sangat lemah dan tergantung dari negara-negara produsen Vaksin kelas dunia yang saat ini menjadi penguasa global era Pandemi yang sedang kita jalani saat ini dan kedepannya.
Hal itu pula yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj yang mengatakan kalau saat ini kita sedang berada di era sebuah peperangan baru abad ini. Dimana kita sedang berperang dalam peperangan biologi dan perang kemampuan vaksin tingkat dunia. Dalam tayangan di NU Chanel pada hari Rabu, (23/6/2021) dirinya menyampaikan hal tersebut.
“Yang kita lakukan saat ini adalah sebuah peperangan yang memperebutkan pola pikir manusia untuk bisa dikuasai dan dirubah cara berpikirnya. Jadi bukan perang fisik, melainkan perang pengaruh dan opini atau perang peradaban,” kata Said Aqil dalam tayangan tersebut.
Lebih lanjut dirinya juga menyingung dan mengatakan kalau negara-negara yang tidak memproduksi vaksin dan hanya mengimpor vaksin maka itu adalah negara-negara yang kalah.
“Dengan adanya Covid 19 ini menciptakan sebuah perang baru. Yakni perang vaksin. Negara-negara yang bisa memproduksi vaksin akan menjadi pemenang perang. Sementara negara yang tidak bisa memproduksi dan hanya bisa mengimpor vaksin maka itulah negara yang kalah,” kata Ketum PBNU tersebut.
Saat ini Pandemi yang terjadi begitu cepat berubah. Virus Covid 19 telah berubah dengan cepat variannya dan begitu cepat menular. Sementara Indonesia masih belum mampu memproduksi vaksin sendiri.
“Saat kita masih belum mampu membuat vaksin tahap pertama sementara virusnya sudah naik level berikutnya yang lebih tinggi. Maka dibutuhkan vaksin yang lebih canggih dan lebih canggih lagi,” katanya.
Dalam situasi saat ini dirinya mengatakan bahwa Indonesia hanya akan menjadi penonton saja dan menjadi negara yang kalah. Negara-negara besarlah yang sesungguhnya terlibat perang vaksin di masa Pandemi saat ini.
“Perang Vaksin akan terjadi antara Amerika, Jerman, RRC dan Tiongkok. Kita ini hanya jadi penonton dan hanya bisa menjadi importir. Itupun uangnya didapat dari hutang atau potong-potong anggaran barangkali, saya tidak tahu,” tandas Said Agil.