JAKARTA, Panjimas – Salah satu Guru kami kembali dipanggil ilahi rabbi. Betawi kehilangan seorang ahli hadits yang tawadlu.
Entah mengapa saat Maghrib kini menjadi saat yang agak mencekam. Tiap kali menelusuri kabar di grup Whatsapp, Telegram, Facebook, dan Instagram saat Maghrib, saya selalu was-was. Sebab, di masa pandemi covid ini begitu banyak kabar duka yang muncul di saat Magrib. Begitu pula Maghrib ini.
Saat membaca posting di berbagai grup, mata saya tertumbuk pada posting Mas Ustadz Dr Taufan Maulamin, Dosen Universitas Azzahra, di Grup Forum Akademisi Muslim yang tiba-tiba muncul: Kabar duka menderu: Ustadz Dr Ahmad Luthfi Fathullah Lc., MA., wafat pada hari ini, Ahad, 11 Juli 2021, pukul 18.22, di RSUD Pasar Minggu Jakarta Selatan. Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun.
Selama beberapa saat mata saya terpaku pada kabar duka itu. Ya Allah, kaum muslimin Indonesia kembali kehilangan guru, ustadz, dan ulama panutan. Setelah kemarin Guru kami, KH Abdul Rasyid bin Abdullah Syafi’ie yang dipanggil ke haribaan Allah, hari ini Ustadz Luthfi menyusul syahid. Kemarin memang sempat muncul kabar bahwa kondisi beliau semakin menurun, dan sore tadi sempat diselenggarakan doa bersama untuk beliau. Tapi rupanya Allah SWT lebih menyayangi Ustadz Luthfi.
Ustadz Luthfi adalah cucu dari Ulama Besar Jakarta, KH Abdul Mughni Kuningan, Jakarta Selatan. Kakeknya adalah guru para habaib, mualim, dan kiai se Jabodetabek. Saya mulai mendengar nama Ustadz Luthfi setelah beliau pulang dari studinya di Damaskus dan Yordania, kemudian meraih Doktornya dari Malaysia pada awal masa reformasi. Tak hanya mengajar hadits secara tradisional dengan metode hafalan, beliau juga memimpin Pusat Kajian Hadits Al Mughni dengan merancang aplikasi kajian ilmu hadits dan tsaqafah Islam lain dengan teknologi pemrograman komputer. Beliau saat ini juga masih menjabat sebagai Kepala Baznas DKI Jakarta.
Saya semakin mengenal Ustadz Luthfi saat mengambil studi S2 Pemikiran Islam di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, tahun 2009. Beliau mengajar Ulumul Hadits. Dengan suara yang lembut, tenang, dan penuh senyum beliau menerangkan ulumul hadits yang menuntut konsentrasi dan hafalan itu, dengan santai. Tapi karena tidak punya latar belakang ilmu tsaqafah Islam secara formal, seperti kawan-kawan sekelas lainnya yang rata-rata lulusan Perguruan Tinggi Islam di dalam maupun luar negeri, saya memang harus lebih banyak belajar dalam memahami matan, sanad, apalagi mentahkrij hadits. Beliau mengatahui hal itu, dan terus menyemangati saya. Maasyaa Allah.
Di sela-sela mengajar, Ustadz Luthfi sering bercerita tentang pengalaman beliau saat kuliah di Damaskus dan Yordania. Saat di Damaskus beliau belajar dari Syaikh Ramadhan Al Buthi Rahimahullah secara langsung, sementara di saat di Amman, Yordania, beliau juga belajar langsung dari salah seorang ulama hadits masyhur di sana. Saya lupa nama pastinya. “Waktu belajar di majelis khusus Syaikh Ramadhan Al Buthi, yang pesek cuman ane doang…,” kata beliau sambil tersenyum.
Mungkin karena melihat kesulitan saya belajar ilmu hadits, Ustadz Luthfi sering mencontohkan kajian ilmu hadits dengan bantuan program komputer yang beliau buat di Al Mughni. Beliau pun mencontohkan penyampaian hadits yang terjemahannya disusun dalam bentuk pantun supaya lebih mengena dan mudah disampaikan di tengah masyarakat. Saya senang dan sangat tertarik dengan metode Ulumul Hadits yang dirancang Ustadz Luthfie. Sebab, metode yang dirancangnya sangat membantu orang awam seperti saya.
Di akhir masa kuliah Ulumul Hadits dengan Ustadz Luthfi, kami diwajibkan menyusun buku kumpulan 40 hadits tematis tentang berbagai hal yang kami pilih sendiri, lengkap dengan takhrij haditsnya. Karena latar belakang saya adalah wartawan politik, saya kemudian memilih untuk menyusun kumpulan 40 hadits tentang politik. Alhamdulilah, saya mendapat nilai B+ untuk mata kuliah beliau.
Usai mengambil S2 Pemikiran Islam, saya masih sering bertemu dengan Ustadz Luthfi, terutama saat membahas persoalan-persoalan keumatan di Tanah Air bersama para Tokoh, Ulama, dan Habaib. Beberapa kali saya bertemu beliau di forum MIUMI, dalam pertemuan di AQL Tebet milik Ustadz Bachtiar Nasir, di Islamic Leadership Forum yang diselenggarakan menjelang Pilkada DKI Jakarta, juga serangkaian aksi 212 dan kelanjutannya.
Ustadz Luthfi adalah ulama ahli hadits yang alim, zuhud, dan tawadlu’. Dalam bersikap dan berpendapat beliau tak pernah memakai suara keras maupun kalimat yang tajam. Argumentasi yang diberikannya selalu lembut, perlahan, dan senantiasa mengutip hadits yang beliau rangkai dalam bentuk pantun, atau pantun nasihat yang kocak, segar dan lucu. Karena itu, kepergian beliau ini tentu saja menyisakan duka yang sangat mendalam, tak hanya bagi kaum muslim Betawi, namun juga bagi masyarakat Islam Indonesia.
Allahummaghfirlahu warhamhu waafihi wafuanhu.